11/03/2019

Rasanya Salah Jurusan

Beberapa kali gue bilang ke diri gue. Entah itu awal semester atau semester seterusnya :

"Kok gue ngambil jurusan ini? Gue salah jurusan, tapi sayang gue udah sejauh ini."

Mungkin merasa "salah jurusan" itu agak sering terjadi sekarang. Karena seperti yang gue rasain semakin ganti semester semakin berat juga. Bahkan sekarang banyak di semester mau tua gini yang ngerasa salah jurusan. Begitu juga dengan berbagai keluhan yang dikeluarkan. Hmm, kalau soal ini nggak usah dibahas lah, ya.

Tapi siapa yang sangka, udah hampir mau semester akhir ternyata adalah salah satu highlight dari kesiapan semakin dewasa kehidupan gue sebenernya akan lebih berat dari ini.

Alhamdulillah gue mendapat kesempatan untuk bisa kuliah setelah lulus, Penmaba namanya. Penmaba ini adalah bagian dari ujian mandiri dari Universitas Negeri Jakarta. Jujur, waktu gue daftar untuk ikut ini, gue sebenernya nggak mau. Karena gue nggak ada keinginan ngambil hal-hal yang berhubungan sama pendidikan, gue nggak mau lulus sebagai sarja pendidikan. Itupun gue ikutan karena dorongan dari keluarga yang mau anaknya dapet universitas negeri. Jurusan yang gue ambil aja gue nggak tau kayak gimana. Apa yang akan gue pelajari dan apa pekerjaan setelah lulus? I had zero idea. Tapi menjadi Dean di umur sebelum 20 adalah Dean yang nggak pernah bisa ngelakuin apa yang diinginkan. So, I was like, "okay, here we go again!".

Untuk yang nggak tau apa itu jurusan yang gue ambil, pada hari itu gue mengambil pendidikan kesejahteraan keluarga di Universitas Negeri Jakarta. Selain belajar ilmu keluarga, di sana juga ada akomodasi perhotelan. Semester lalu gue memilih konsentrasi akomodasi perhotelan tersebut.

Intinya, menjadi mahasiswa Pendidikan Kesejahteraan Keluarga ternyata dituntut untuk siap melakukan banyak praktek, seperti tata hidang, housekeeping, dasar boga, dasar graha, penyajian makanan indonesia, pastry bakery dan masih banyak lagi. Karena begitu lah gue merasa salah jurusan, karena gue bukan tipe orang yang suka praktek melainkan teori. Kita harus tau berbagai nama alat makan dari chinaware, silverware dan sejenisnya, cara melipat table cloth yang benar, alat pembersih dan bahan pembersih, dan di tata hidang itu dimana gue selalu mengeluh karena gue stress duluan. Kita juga harus banyak sabar dan kuat mental sama dosen, biar nggak pusing kalo disuruh praktek dari awal yang dimana udah pada lupa. Plus, buat nambah-nambahin pengetahuan, kita suka dateng ke hotel nya langsung. Karena selengkap-lengkapnya alat-alat di kelas gue, pasti hotel lebih lengkap lagi. Yes, ternyata jadi "mahasiswa PKK" itu nggak gampang. Harus kuat mental dan kuat hati sebelum dateng ke kelas. Harus selalu jadi apa yang diharapkan dosen walaupun diem-diem ngeluh kalo lagi ngobrol sama temen.


Pengalaman pertama yang gue dapatkan kebetulan dasar boga. Hanya dalam beberapa menit, gue maaaaaaaaaalessssss banget sama matkul ini. Gue belajar tentang jenis-jenis potongan yang ternyata ada aja ya nama-namanya dan gue belajar masak yang gue males banget deh, gue adalah perempuan yang nggak suka masak soalnya, tapi gue suka makan. Gue belajar dasar graha juga dan itu ternyata belajar merangkai bunga, tapi kadang disuruh bersih-bersih kayak ngepel apa nyapu. Gue juga belajar housekeeping ternyata bahan pembersih ada berbagai macam jenis dari mulai buat yang bahan kayu, stainless dan lainnya. Ketika housekeeping dan tata hidang kadang ada kunjungan ke hotel juga untuk belajar gitu dan itu tentu saja bayar. Dan yang paling menarik adalah akhirnya gue tau hotel dalemnya kayak gimana dan gue tau makanan hotel rasanya kayak apa.

Apakah gue akan tau hal-hal tersebut tanpa gue memilih jurusan ini? Belum tentu. Kepikiran untuk pindah jurusan itu sudah pasti ada, gue daftar sbm lagi tapi gue nggak ikut tesnya. Mungkin yang terpikir adalah di universitas lain gue akan punya temen-temen kayak di jurusan gue yang sekarang nggak ya.

Maka dari itu gue bersyukur banget bisa merasa "salah jurusan", apalagi di jurusan yang mengharuskan gue untuk belajar menyukai praktek. Walaupun membuat pusing dan menekan batin, tapi ternyata temen-temennya baik-baik banget. Dari mereka gue bisa tau kalau suka duka selama kuliah bukan hanya gue yang merasakan. Keluh kesah yang pernah gue denger, membuat gue merasa ayo kita selesain semuanya sampai akhir, karena akan ada hasil yang baik dari sebuah usaha. Terus sekarang sedikit-sedikit gue jadi ngerti proses perkembangan diri, proses mencintai diri sendiri dan proses peduli dengan diri sendiri. Di kuliah bukan cuma tentang matkul yang gue pelajari, tapi ternyata proses belajar pembentukan diri dan belajar memahami diri sendiri cukup memakan waktu yang lama. Belum lagi gue juga pulang pergi kuliahnya, harus ada proses kuat fisik biar nggak gampang tepar, mengatur waktu harus bangun jam berapa dan berangkat jam berapa, mengatur emosi kalau ditinggalin bis padahal gue udah deket, mengatur kesabaran kalau bisnya munculnya lama pas gue pulang kuliah. Intinya yang orang lihat jurusan gue itu nggak dikenal banyak orang, sebenernya ada juga jurusan yang kayak gue di universitas lain, cuma mungkin yang lebih terkenal itu kalau nggak tata boga ya tata rias.

Nah, kalau ada orang-orang yang bingung jurusan gue kerjanya akan jadi apa, doi nggak tau aja rata-rata yang kerja suka nggak sesuai jurusannya sama pas kuliah. Karena doi nggak tau karir sebenernya bisa aja dari hobi yang disukai, skill yang sedang diasah dan ilmu yang gue dapet pas gue kuliah yang gue suka.

Nah, gue juga sekarang alhamdulillah udah jarang ngeluh karena kuliah, karena gue udah tau dan ngerti serta enjoy dengan kehidupan kuliah, doi nggak tau aja gimana gue sambatnya karena gue stres banget karena proses memaksakan diri untuk terus maju pantang mundur. Karena gue udah sering ngeluh di semester-semester sebelumnya, gue perlu bebenah diri dan lebih mengapresiasi apa yang sedang terjadi dan apa yang sedang dijalani.

Gue juga tukang ngeluh kok, apalagi kalau udah soal hati :p

0 Comments:

Posting Komentar