1/12/2020

Am I Too Old To Write This?

Gue mau curhat nih. Gue nggak mau cerita detailnya gimana. Karena mengingat umur gue yang sekarang 20 tahun ini, akan sangat labil dan sok masih remaja kalau gue cerita semua detail masalah gue disini. Memang ini blog gue, tapi website ini bisa dibaca siapa aja yang mau baca.

Intinya gini. Gue masih beranggapan sama dengan bertahun-tahun lalu : nggak semua orang di sekeliling lo itu peduli dan mengerti lo apa adanya. Yang lucunya lagi, lo pikir dengan mereka sebaya sama lo, harusnya mereka juga bisa berpikir sama kayak lo. Ternyata enggak. Ternyata mereka masih berasa sekarang ini jaman SMA. Terus gue akhirnya mikir "Oh. Jadi nggak semua orang bisa mengubah cara pikir mereka. Walaupun mereka udah melihat contoh baik, karena mereka udah pergi dari lingkungan mereka.". Apa sih sebenernya maksud omongan gue ini? Iya, maksud gue adalah mau orang itu udah di lingkungan dimana tidak mungkin bagi mereka untuk tetep nge-keep karakter dia yang typical SMA banget, ternyata masih lho mentalnya nggak berubah.

Contohnya gini deh. Gue jujur banget lebih comfortable sekarang. Kenapa? Karena beberapa orang di sekitar gue berpikirnya pake otak, mereka ngerti, mereka nggak peduli lagi sama orang muka dua. Mereka tau kalo emang orang ada yang suka baik di depan tapi ngejelekin dibelakang. Kenapa kayak gitu? Karena berkaca pengalaman gue berurusan sama orang-orang sekitar gue di masa yang sekolah aja. Orang seperti gue, yang pembawaannya males ngomong, yang deket sama siapa aja, yang diem, yang gampang percaya, yang menjunjung tinggi sebuah pertemanan, yang terlalu terbuka, ternyata lebih sering jadi korban muka dua. Why? Melihat karakter tipikal orang yang suka merasa kuat diatas kelemahan orang lain, yang suka nggak menganggap keberadaan orang lain, yang bisa berasumsi apa aja, yang bercandanya menjatuhkan orang lain, yang merasa diemnya orang itu berarti nggak berdaya, wajar aja kalau mereka merasa gue seakan-akan nggak tau apa-apa. Banyak hal dari diri gue yang sebenernya mereka anggap sepele. Gue sangat paham.
Terus gue seneng ketika gue kuliah. Gue bertemu dengan orang-orang (yang gue pikir) udah terbuka pikirannya, udah berubah mindsetnya, udah lebih real lah. Ternyata apa? Lambat laun gue nemuin aja orang yang kayak di sekolah dulu. Terus lagi-lagi orang-orang seperti gue ini yang kena. Einfach karena mereka pikir gue diem. Sifat gue yang terkesan diem jadi alasan mereka menyebut gue sebagai bocah SMA. Apa tanggapan gue? Gue mau ketawa aja dengernya. Dan gue sangat menyayangkan aja orang-orang seperti itu udah susah-susah lulus dari SMA, tapi sifat muka duanya masih aja nempel. What a shame. Padahal udah saatnya lo membentuk diri lo, lo instrospeksi, dan udah saatnya lo bisa belajar tentang diri lo sendiri lebih dalam.

Apa gue bakalan mau menjadi temen mereka lagi? Never. You can call me childish or whatever you want. Tapi gue adalah manusia yang berprinsip. Gue adalah orang yang kenal betul siapa diri gue. Gue tau betul mana yang baik mana yang enggak. Gue tau betul kalau gue selalu memiliki alasan logis setiap kali gue diem, dan yang paling penting gue itu selalu merhatiin dulu sebelum gue bertindak. Urusan mereka yang seakan-akan menghargai di depan tapi ngomongin di belakang itu bukan urusan gue. Lagipula gue hidup sekarang bukan untuk please everyone. Gue punya tujuan yang lebih penting dari itu.

I know it's kinda sad knowing that not everyone around you is real. Some of them are fake. But I'm okay with that and I'm not blaming them. At the end of the day mereka adalah individu masing-masing dan mereka punya hak sepenuhnya dalam memilih mau kapan kenalan sama diri sendiri :)

0 Comments:

Posting Komentar