3/24/2025

Where Are We Going?

Nggak perlu make hi hi lah ya. To the point aja. Akhir-akhir ini, rasanya kepala ini nggak bisa berhenti mikirin apa yang terjadi di Indonesia. Tiap hari ada aja berita baru yang bikin geleng-geleng kepala. Mulai dari pelantikan CPNS yang ditunda, drama Pertamax yang ternyata cuma Pertalite, RUU TNI yang bikin banyak orang was-was, sampai Tempo yang diteror pakai kepala babi dan bangkai tikus, hal-hal yang lebih luas kayak kenaikan PPN, proyek IKN yang tetap lanjut di tengah ekonomi yang nggak jelas, dan fenomena #kaburajadulu yang dibilang nggak nasionalis. Semua ini bikin gue bertanya-tanya, sebenarnya kita lagi menuju ke arah yang lebih baik atau justru makin kacau sih?

Buat ribuan orang yang udah lolos seleksi CPNS dan PPPK, kabar penundaan pelantikan ini pasti bikin patah hati. Bayangin udah berjuang keras, belajar mati-matian, lulus tes, terus malah disuruh nunggu entah sampai kapan. Pemerintah bilang ini untuk merapikan administrasi, tapi kenapa baru sekarang? Kenapa nggak dari awal dipersiapkan biar nggak bikin calon ASN bingung dan nggak kepastian? Bukan cuma soal kerjaan, tapi juga nasib hidup mereka yang jadi nggak jelas. Kok kesannya nggak siap? Masa iya, negara segede ini nggak bisa ngatur jadwal pelantikan dengan baik?

Terus ada lagi drama Pertamina. Ternyata, Pertamax yang kita pikir lebih bagus kualitasnya, sebenarnya cuma Pertalite yang ‘disulap’. Ini jelas bikin banyak orang kecewa dan marah. Kita bayar lebih mahal karena mikir Pertamax itu lebih bagus buat mesin, eh ternyata sama aja. Ini sih udah kayak kena tipu, apalagi kalau beneran ada unsur kesengajaan buat nge-mark up harga. Kalau urusan bahan bakar aja bisa kayak gini, gimana kita bisa percaya kebijakan lainnya?

Terus ada RUU TNI yang bikin banyak orang was-was. Salah satu poinnya adalah membolehkan prajurit TNI aktif untuk menduduki jabatan di instansi sipil. Ini mengingatkan kita ke zaman Orde Baru, di mana militer punya pengaruh besar dalam pemerintahan. Memang, ada yang bilang ini bisa bikin kerja pemerintahan lebih disiplin, tapi di sisi lain, bisa nggak sih ini malah bikin Indonesia mundur dari demokrasi yang udah dibangun?

Yang lebih bikin mikir, gimana negara lain melihat Indonesia setelah aturan ini? Apa mereka bakal melihat kita sebagai negara yang kembali memberi militer lebih banyak kuasa? Akankah investor asing jadi ragu masuk karena takut ketidakstabilan politik? Ini bukan cuma soal aturan dalam negeri, tapi juga bisa berdampak pada citra Indonesia di mata dunia.

Yang paling bikin merinding itu teror yang dialami Tempo. Dikirimi kepala babi dan bangkai tikus jelas bukan sekadar iseng. Ini tuh ancaman. Seolah ada pihak yang nggak suka dengan pemberitaan Tempo dan mau menakut-nakuti mereka. Tapi kalau jurnalis aja mulai diintimidasi, berarti ada sesuatu yang nggak beres di negara ini. Kebebasan pers itu salah satu pilar demokrasi. Kalau pers mulai ditekan, informasi yang kita terima juga bisa makin dikendalikan.

Pemerintah tetep ngotot melanjutkan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN), meskipun kondisi ekonomi kita lagi nggak baik-baik aja. Nggak salah sih punya mimpi besar, tapi emang ini saat yang tepat? Masih banyak daerah yang butuh infrastruktur lebih mendesak, banyak orang masih struggling cari kerja, harga-harga naik, tapi proyek triliunan ini tetap jalan. Apa bener ini prioritas yang paling penting buat rakyat? Atau ini cuma proyek ambisius yang lebih menguntungkan segelintir orang?

Seolah belum cukup, PPN juga naik dari 11% ke 12%. Artinya, harga barang dan jasa bakal makin mahal. Kenaikan PPN dari 11% ke 12% mungkin kelihatannya kecil, tapi dampaknya gede buat rakyat kecil. Sementara gaji nggak naik, lapangan kerja susah, dan daya beli masyarakat makin turun. Kok rasanya kebijakan yang ada justru makin memberatkan rakyat kecil? Bukannya membantu, malah menambah beban hidup. Kenapa nggak cari cara lain yang lebih adil buat nambah pemasukan negara?

Belakangan ini, hashtag #kaburajadulu jadi viral. Banyak anak muda yang merasa frustasi dengan kondisi negara dan mulai berpikir buat pindah ke luar negeri. Tapi yang bikin heran, ada yang bilang mereka nggak nasionalis, seolah-olah cinta negara itu harus ditunjukkan dengan tetap tinggal di sini.

Salah satu orang bahkan bilang hashtag ini harusnya diganti jadi #PergiMigranPulangJuragan, kayak mau kasih vibe positif bahwa merantau itu buat cari pengalaman dan sukses, seolah-olah masalahnya cuma soal kata-kata. Padahal, yang harusnya kita bahas bukan hashtag-nya, tapi keresahan di baliknya. Kenapa banyak orang merasa lebih baik kerja atau tinggal di luar negeri daripada di sini? Apa karena kurangnya kesempatan, gaji yang nggak sebanding, atau ketidakpastian masa depan? Kalau pemerintah sibuk menyalahkan warganya karena mau pergi, tapi nggak mau introspeksi kenapa mereka kepikiran buat pindah, bukannya itu malah mengabaikan akar masalahnya? Kita ini debat soal hashtag atau soal keresahan rakyat?

Mikirin semua ini bikin gue campur aduk—kesel, takut, dan kadang merasa nggak berdaya. Rasanya susah berharap banyak kalau kebijakan-kebijakan yang dibuat justru bikin rakyat makin resah. Tapi di sisi lain, kalau kita cuma diem, siapa yang bakal bersuara? Rasanya tiap hari ada hal baru yang bikin pusing dan bertanya-tanya: sebenernya kita lagi menuju ke arah yang lebih baik atau malah makin nggak jelas? Bukannya pesimis, tapi kalau kita nggak kritis dan cuma diem aja, mereka yang di atas bakal makin seenaknya bikin kebijakan tanpa mikirin rakyat. Kita ini lagi menuju negara yang lebih baik atau cuma muter-muter di masalah yang sama?

Indonesia punya banyak potensi, tapi kalau terus-terusan dikotori sama kebijakan aneh, permainan politik, dan ketidaktransparanan, kita bakal susah maju. Sebagai warga negara harus tetep kritis, terus bertanya, dan nggak boleh tutup mata. Karena kalau kita berhenti peduli, yang di atas bakal makin seenaknya ngatur tanpa mikirin rakyatnya.


0 Comments:

Posting Komentar