2/18/2024

Marah-Marah Terus

Waktu gue selalu ngurus anak kakak gue, gue agak kaget sama diri gue yang agak berantakan dan gampang kesenggol. FYI, anak kakak gue itu hampir sering ada dirumah orang tua yang dimana ada gue didalam rumah ini. Dia adalah toddler. Toddler adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan anak yang berada dalam rentang usia sekitar 1 hingga 3 tahun. Pada masa toddler, anak mulai aktif mengeksplorasi lingkungan sekitarnya, belajar berjalan, berbicara dengan kata-kata pertama mereka, dan mengembangkan keterampilan sosial dan kognitif dasar.
Balik ke masalah pokok. Gue kaget, "Ya ampun, gue kenapa sih marah terus? Ini ya. Di dalam diri gue itu kayaknya isinya amarah semua. Apa alasannya? Kenapa marah terus ya?". Gue stres dong. Gue pikir iya sih gue sekarang separah itu.

Lama-lama gue sadar. Bener juga. Gue sekarang orangnya pemarah banget. Sangat amat pemarah. Kalimat-kalimat orang pun bisa bikin gue marah. Marah disini bukan yang langsung mencak-mencak, tapi gue pendem. Terus gue jadi diem. Kadang-kadang kalo udah kelewatan, gue pergi buat sendirian karena gue nangis.

Coba gue inget-inget lagi, sebenernya apa ya marah itu tuh :

  • Ada momen dimana marah jadi temen yang nggak diundang yang terkadang susah dihindari.
  • Ada masa dalam hidup saat segalanya kerasa kayak pemicu marah yang nggak bisa gue hindari. Marah itu kayak membengkak di dalam diri gue, kayak menguasai kendali hidup gue.
  • Awalnya, marah memberi gue perasaan kuasa. Rasanya nyaman untuk nyalahin orang lain atas keadaan yang gue alami. Tapi, seiring waktu berjalan, gue sadar kalau kemarahan itu merusak persepsi gue untuk orang-orang terdekat dan bahkan merusak hubungan dengan diri sendiri.
  • Gue terdorong untuk menghapi kenyataan kalau marah-marah terus bukan solusi. Gue mencari cara untuk memahami emosi gue dan berusaha nemu akar penyebab dari kemarahannya. Mulai dari situ, gue belajar kalau marah adalah sebuah tanda yang mengisyaratkan ada sesuatu yang perlu diatasi di dalam diri gue.
  • Proses menerima diri dan menerima marah sebagai bagian dari diri gue adalah langkah awalnya. Gue sadar kalau memiliki perasaan marah nggak membuat gue menjadi orang yang buruk. Hal itu adalah bagian alami dari kemanusiaan. Gue belajar untuk berkomunikasi dengan diri gue, mengelola stres dengan lebih efektif, dan berusaha nemu cara-cara sehat untuk ngelepasin kemarahan tanpa merusak hubungan antar gue dengan diri sendiri maupun orang lain.
  • Semoga gue bisa inget kalau gue nggak sendirian dalam perjalanan mengelola emosi ini.
Tapi yang paling bikin gue sadar adalah
  1. Hidup sebagai seseorang yang sensitif dan moody-an bukan perkara yang gampang. Setiap kata, setiap tindakan, bahkan ekspresi wajah orang lain bisa memengaruhi perasaan gue. Gue merasa seperti punya radar emosional yang selalu aktif. Kehadiran perasaan yang kuat sering membuat gue merasa seperti lagi di atas ombak yang bergelombang. Ada hari-hari ketika gue seneng dan semangat banget, terus di hari-hari lainnya, gue bisa sedih dan putus asa banget. Setiap emosi kerasa nyata dan intens.
  2. Ketika sensitivitas bertemu dengan moodiness, berinteraksi dengan dunia luar bisa jadi tantangan tersendiri. Gue sering merasa cemas atau nggak nyaman dalam situasi sosial yang penuh dengan stimuli emosional. Kadang-kadang, gue merasa seperti nggak ada yang bener-bener ngerti perasaan gue.
  3. Belajar untuk menerima diri gue apa adanya, dengan semua kelebihan dan kekurangan yang gue miliki. Gue sadar kalau sensitivitas dan moody-an bukan kelemahan, tapi bagian yang penting dari identitas gue. Gue mulai menjelajahi berbagai teknik dan strategi untuk mengelola sensitivitas dan perasaan yang sering berubah-ubah. Meditasi, olahraga, nulis jurnal, dan tidur adalah beberapa alat yang membantu gue.
  4. Setiap orang punya kekuatan untuk nemu keseimbangan emosional. Makannya penting untuk memahami dan menghargai diri sendiri.
Di pikir-pikir gue terlalu sensitif deh perasaan. Tapi kadang bisa nggak peduli sama sekali mau orang ngomong apa. Kadang ya marah. Terlalu moody-an. Paling marah sih ya itu, yang berhubungan dengan kata-kata.
Misalnya kejadian-kejadian kayak orang padahal bercanda bilang sesuatu, tapi gue nggak nemu letak lucunya. Sampai gue nemu kata-kata di drama korea yang intinya, kalau bercanda tapi orang yang dibercandain merasa nggak lucu berarti itu bukan bercanda lagi namanya. Sebel sih sama diri gue sendiir. Marah itu nggak enak banget. Abis marah itu langsung nyesel. Oke lah kalo abis marah gitu nggak kepikiran, kalo marahnya dipendam terus ada momen marahnya akhirnya keluar itu paling nggak enak. Jadi kesel sendiri. Lebih ngeselin lagi kalo merasa marahnya di tempat umum, nggak bisa ngamuk tapi perubahan moodnya langsung kerasa.

0 Comments:

Posting Komentar