1/18/2021

What The Heck Am I Writing?

"Im too busy doing what other people want me to do. When will I have a chance to live my dream?" -Dean Dwi Lestari, 21 tahun, mahasiswi yang masih dilanda keraguan


Sebulan ini gue punya banyak banget waktu merenung. Bangun tidur merenung, siang nonton youtube lalu merenung, sore denger lagu sambil merenung, malem-malem ngecek twitter sama instagram disudahi dengan merenung.
Pertanyaannya :

    1. "Lo nggak ada kerjaan apa gimana, Yan? Kok merenung mulu?"
    2. "Apaan sih yang lo lamunin?"

Jawabannya simpel : Kepo deh! Gue emang lagi disuruh merenungi detik-detik yang diberikan dan gue bingung.

Diatas gue tulis kalau gue masih dilanda keraguan dan itu benar adanya. "Coy, elu udah 21 tahun, temen-temen lo udah pada selesai sempro sama lagi revisi skripsi. Lo masih disini aja pake acara ragu-raguan segala.".
Banyak komentar.
Iya, gue so far nggak excited sama apa yang gue kerjain. I'm too busy doing what other people want me to do, so i don't have any chance to do things I enjoy doing. Pasti lo pernah deh ngerasa males sama rutinitas lo, kerjaan lo, yang sebenernya adalah kewajiban lo. Entah sebagai anak dari sepasang ibu bapak, pelajar, atau sebagai manusia juga boleh. Disini lo itu pasti bingung : Kenapa ya kok gue nggak excited sama hidup gue?
Masalahnya bukan di diri lo yang merasa orang lain selalu mendapat lebih dari lo, bukan. Bukan karena diri lo yang tidak bersyukur. Eits, kalau yang satu ini harus dipikirin lagi. Bisa jadi kita nggak bersyukur makannya kita nggak excited. Tapi kan jalan hidup lo adalah pilihan lo? Nah, ini dia. Bener nggak sih pilihan gue?
Sebenernya bullshit banget lah kalau hari gini--udah tanggung--tapi masih mikir, masih ragu, masih nggak yakin, dan meraba-raba jalan. Harusnya ya jalanin aja, paksain.
Tapi disini gue merenung lagi. Harusnya gue tau apa yang gue mau dan suka. Walaupun hidup ini nggak semata-mata selalu ngelakuin apa yang lo mau dan suka. Kalo kayak gitu gue rasa manusia nggak akan pernah belajar dan bakal jadi selfish bastard.

Tapi tetep, menurut gue hidup gue yang sekarang nggak bikin jalanan didepan sedikit tidak berkabut. Buktinya gue nggak kepikiran sama sekali gue bakal ngapain. Apa gue bakal ngejalanin yang namanya sidang di depan penguji-penguji uni, gue mempresentasikan skripsi gue tentang sesuatu yang berhubungan dengan perhotelan yang memberi kontribusi buat jurusan dan disitu gue nunjuk-nunjuk layar powerpoint sambil ngejelasin tentang skripsi bak orang paham yang menguasai semua praktek dan teori selama kuliah. Dan setelah lulus S1 gue nyari beasiswa ke Inggris demi nge-fulfill british dream gue, terus gue kerja di sana sambil visit-visit santai eropa tiap free. Gue nggak kepikiran apa-apaan.
Mungkin gue bakal lulus. Mungkin gue bakal sidang di depan penguji sambil cuap-cuap kayak lulusan yang meyakinkan, padahal internship aja lagi usaha dapetin. Mungkin gue bakal lanjut S2 dan di hire publisher buat nulis. Nggak ada yang nggak mungkin, tapi--I'm telling you--gue belom mikir sampe sejauh itu soalnya gue bingung.
Lagi-lagi gue bilang gue bingung, ditambah ini tulisan udah ngalor-ngidul kemana-mana. Intinya gue bertanya lagi, "Bener nggak ya ini yang gue mau?". Itu sih yang selalu gue tanyain ke diri gue. Apa bener gue beneran mau jadi wibawa-wibawa nada bicara tenang pake baju kayak back office, makeup lebih enchanting, ngerjain hal-hal perhotelan yang pun lagi weekend tapi kerjaan malah makin hectic? Gue masih dengan mindset gue yang lama : Gue adalah Dean yang waktu SMA dapet ranking nya di bawah, Dean yang nggak pernah lepas dari headset, Dean yang selalu baca wattpad di belakang kelas, Dean yang rada malu, Dean yang kalo temenan banyakan gapernah awet, Dean yang mikirnya suka beda dari yang lain, dan Dean yang suka perang sama mood dan emosinya. Gue butuh cerita tentang seseorang yang moody tapi bisa lulus kuliah dan sukses, biar gue jadi merasa di dorong ampe jauh.

Gue punya temen dari luar kampus dan kita cerita-cerita aja. Dia cerita tentang dia yang semester ini ada ujian, selebihnya kayak proyek-proyek asik. Juga tentang kuliah dia yang ada tugas bikin video, nyari-nyari buku, hal-hal yang berbau ngetik2 di laptop, dan hal-hal--yang--menurut--gue--enak lainnya. Terus di sela-sela ngobrol gue pun merenung "What are you doing, Yan?". Lalu terjadilah percakapan didalam otak gue (masih waktu di sela-sela ngobrol. Iya coy, otak gue juga bisa multi-tasking) :

Dean 1 : "Yan, did you just hear that?"
Dean 2 : "what she just told me? Yeah, sounds like what you want, huh?"
Dean 1 : "Iya, ege. Bayangin lo kuliah kayak gitu. Pasti lo bakal enjoy banget."
Dean 2 : "I did want to study kayak gitu kan, tapi dibilang kerja nya mau jadi apaan nanti."
Dean 1 : "What were you thinking choosing that major?"
Dean 2 : "Dunno."
Dean 1 : "You should've studied something else or at least SOMETHING ELSE."
Dean 2 : "Dude, my parents are happy because I got to ptn immediately after graduating."
Dean 1 : "So what? Nggak ada bedanya kalau lo dulu ikut tes lagi. Lulusan sarjana ya lulusan sarjana."
Dean 2 : "Nggak gitu, ege. Gue yakin pasti ntar ada advantage-nya."
Dean 1 : "Seriously, lo mestinya ambil jurusan yang lo Mau, bukan yang penting Negeri."
Dean 2 : "Grrrr..."
Dean 1 : "Lo stress kuliah mulu itu hasil pilihan lo sendiri."

Dean beneran ngomong ke temen :"Arghhh.... Gue jadi pingin cuti aja."

Hasil renungan gue kali ini, ternyata bener : life isn't just about doing what you love and want to do. You'll be able to learn more about life and yourself when you push the envelope and get out of your comfort zone. Mungkin gue nggak akan pernah bisa ngomong kayak gini kalau gue lagi kuliah asik-asik mikir ide buat video, atau lagi ngetik-ngetik di laptop, atau lagi ngumpulin buku buat mata kuliah semester ini. Dan bener, orang punya cara menuju suksesnya masing-masing. Orang punya cerita dan takdir masing-masing. Orang punya cobaan masing-masing, dan Tuhan punya cara masing-masing dalam memberi pelajaran hidup dan mensyukuri nikmat yang udah Dia kasih ke hambanya.
Iya sih, mungkin sekarang-sekarang gue lagi nggak bersyukur aja. Masih untung gue bisa kuliah. Walaupun indeed setengah mati banget gue nyelesain tujuh semester. Dengan kapasitas minat gue yang sedikit, tapi gue menghadapi sesuatu yang huge. Lebay sih kedengerannya, tapi kuliah disini emang sulit nggak pakai terkecuali. Problem tunggal : dosen. Semua terbentur karena dosen.

Back to my question : We picked our own path. Did you pick yours thoughtfully?

0 Comments:

Posting Komentar