5/06/2021

Das Leben Geht Weiter

Kalian semua pasti pernah berada di situasi, dimana semua hal seakan-akan nggak ada yang beres. Ya intinya semua carut-marut dan membuat kita cukup stress bahkan sedikit depresi. Mungkin kalo lo baca postingan gue beberapa bulan lalu, kelihatan banget gue disitu was not okay. I was devastated and depressed sama hubungan pertemanan gue, kuliah, sama diri gue yang mentally sendiri nggak pernah cerita sama siapa-siapa lagi. Kalau gue flashback, saat-saat itu semesta alam emang maksa gue untuk grow up dan mulai berpikir secara dewasa. Sulit banget, sulit maksud gue adalah prosesnya. Gue kayak berasa lagi di boot camp. Gimana nggak, realizing that everything I believe in is completely bullshit. It sucks big time. Kalo di pikir-pikir semua hal yang kemaren bener-bener sampah dan bikin gue pusing. But you know what? I learned. Gue ngga perlu ceritain detail masalah gue, karena gue udah janji nggak akan pernah lagi ngomongin itu di blog.

Tutup buku, i'm fine now. Gue belajar dari kesalahan-kesalahan gue kemaren, mungkin dulu gue kurang bersyukur dan terlalu khawatir aja. Sekarang gue cukup senang kok menjalani keseharian gue. Bersyukur masih dikasih sehat sama Allah, seneng masih bisa adem walaupun lagi kesel, seneng kalau gue bosen masi bisa nonton video idol grup yang lucu, bersyukur tiap hari dibikin senyum sama chat bubble, masih bisa tidur-tiduran gabut di rumah, dan yang terbaru, super bersyukur gue bisa nggak terlalu ngejudge diri sendiri karena ngeliat Lucas secinta itu sama diri dia sendiri.
I'm happy, that's it. I know there are more to come.

Mungkin dulu gue terlalu kaku. Gue berpikir kalau kebahagiaan gue hanya datang dari seorang teman, but I was totally wrong. Bahagia itu bisa datang dari mana aja. Even a stranger can make you laugh. Dan sepertinya dulu gue terlalu bergantung sama quality time gue dengan keberadaan orang-orang disekitar gue yang membuat gue merasa hidup berdampingan dengan orang lain lebih penting, padahal harusnya diri gue dulu yang perlu diajak hidup berdampingan. Mata gue udah lumayan kebuka sekarang.

Be grateful for whatever God has given to you, because God knows best.

Terima kasih yaa Allah untuk semuanya. Maafin saya kalau solatnya masih bolong-bolong.

3/14/2021

Stay Hungry

Dikarenakan gue lagi jadi pengangguran (lagi), gue menghabiskan hari-hari gue dengan menonton Masterchef yang udah lama banget. Jujur gue lebih prefer sama Masterchef Australia ketimbang yang USA. Kenapa? Abisnya yang USA lebay abis. Nggak jurinya, nggak pesertanya, semuanya lebay. Pertama jurinya, siapa namanya? Gordon Ramsey? Dia lebay parah. Apalagi pas dia di Hell's Kitchen. Kerjaannya ngamuk-ngamuk mulu. Mana aksennya british kan, jadi tambah mikir gue dengernya. Pesertanya juga kayaknya niat banget untuk berkompetisi sampe nggak jarang yang satu throwing other competitors under the bus. Persaingan yang sangat tidak sehat. Mereka harus banyak makan vitamin.


Berbeda dengan orang-orang di US, si peserta Masterchef Australia lebih terlihat selow dan tenang. Mereka pun mengangap saingannya adalah keluarga. Kalau lo sering denger yang USA ngomong "I'm not here to make friends. I'm here to win.", mungkin si Aussie ngomong "I'm so happy that he's going to the next round. So we can stay here a little bit longer and make great food.". Elegan.

Padahal awalnya gue mau ngepost foto makanan yang gue temuin di internet. Tapi jadi melenceng ngomong Masterchef. Yaiyalah coy. Pendahuluan dulu. Selow...

Di satu episode si Ben, peserta dari Masterchef Aussie masak Kecap Manis Lamb. Guess what? Dia menang hahaha. Juri-jurinya kayak kegirangan gitu makaninnya. Dalem hati gue "Yaelah, ini mah ibarat makanan gue sehari-hari.Emang dasar bule biasa makan makanan hambar."
Emang bukan rahasia lagi kalau masakan indonesia itu enak-enak. Bumbunya pas. Kalau masakan india bumbunya kebanyakan, ampe rasanya kadang aneh. Sementara masakan eropa bumbunya kaga jelas. Kayaknya di masaknya cuma sama garam-merica doang. Presentasi nya doang yang bagus.
Mari kita bayangin betapa lezatnya masakan-masakan di bawah ini. Untung puasa masih beberapa minggu lagi ya.










Gimana? Laper nggak liatnya? Gue tiba-tiba ngidam soto babat bibi gue. Enaknya parah, makannya ampe keringetan pedes. Biasanya kalo lagi ngidam gini gue cuma bisa menunggu esok tiba, karena rasanya ingin makan itu akan hilang. Nasib jarang ada tukang jualan. mau makan yang cuma keluar jalan aja susah. Huh.

Anyway, yeah. Kita nggak terbiasa sama rasa yang simple, selalu bold flavour. Di buku-buku resep aja bahan-bahannya banyak bener. Daun ini lah, daun itu lah. Semuanya dimasukin dan voila! Magic.

Sekarang gue mau ngapain ya. Jadi kepingin bikin mie nih. Kemarin gue udah makan mie sebenernya. Gara-gara abis pulang kampung. Alhasil pengeeeeeen makan, tapi maleeees makan. Okebye!

3/02/2021

Life Update

Due to overflowing mind, here I am writing a new blog post.
This post might get you think some.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Sebenernya bulan februari lalu gue ada rasa pengen nulis, tapi karena saat itu gue lagi di lemah secara mental jadinya pikiran gue agak sedikit terganggu. Sekarang pun sebenernya gue lagi nggak menggebu-gebu banget untuk menulis, karena pikiran gue udah agak used up untuk jauh dari sosial media, nggak mikirin jalan orang lain, dan sedikit mengembangkan kehidupan kesehatan mental gue.
"Kehidupan mental? I thought you were fine."

Believe it or not di bulan lalu gue udah nyerah sama apapun yang mau gue lakuin. That's actually one of my february problems anyway: it's been hard and tough for myself. Gue pertama kalinya merasa butuh ahli nya pas gue mulai nggak bisa cerita lagi ke orang di sekitar gue. She asked me to tell anything that would be hard to tell others. Dan kemudian apa yang mau diomongin belum sampe akhir udah nangis duluan. Di sana gue ada menggambar juga berdasarkan kalimat yang disebutinnya. I do feel myself changing a lot. I later then found out that if it's a good change. So I won't think I need an expert. Kalo di tanya apa yang berubah ya jawabannya adalah pikiran gue makin kacau sampe kadang gemeteran setiap lagi diem. Setelah itu setiap tidur selalu kebawa mimpi dan ujungnya nangis. Lalu gue jarang ngomong dan jarang makan sampe dibeliin vitamin untuk nggak selalu mikirin macem-macem. Gue nggak sering chatan sama temen gue yang sebenernya kadang gue nggak mau kalo gue baca terus ujungnya kepikiran. Bahkan gue jadi matiin notifikasi WA, despite seorang gue yang basically suka update status.

Me being more lose self-confidence nowadays got me thinking, "Why did I even doubt myself even more in this life? And why my self-confidence?". Terus gue mulai mikir sebenernya gue kenapa (yes, I am on that stupid mind). Pertanyaannya negatif. Cukup negatif sehingga instead gue jawab, I just thought of my failure, feel that failure is shameful. Jadi gue merasa kalau gue didn't fulfill what my parents wanted and that means I failed. But at least this made me lose my self-confidence even more.
There are hundreds of things that I think about myself. Pertama, Memenuhi ekspetasi orang lain aja sebenernya udah nggak banget. I still don't understand why did I do that. This made me more and more confused about myself who didn't even know what kind of "Person" I was. Instead of knowing what makes me happy, I get more confused about what I like and what I really want to achieve that I couldn't answered in freaking two hours. Kedua, it makes you frustrated not knowing what makes you happy at the same time. You can obey someone's wishes and be what they want until you are confused about who you are. If you are a loyal read of this blog, you would probably know I have quite a problem tapi kata orang "Nggak semua masalah harus diceritain." (walaupun sampe sekarang udah jelas how social is social, how communication is communication, how human is human, etc). But never in my life I say someone's problem without giving a treat of kindness. Why? Because that's a good thing, if you can't use words then show the attitude directly to make them not feel alone.

The point I am trying to make is, while I can listen to myself of self-reflect and even helped by anyone. On the other side of my social bubble, all I got is.... overthinking? I find it rather weird.
Nggak semua temen gue kayak gitu. There are some good people in my life (lagi-lagi harus menjelaskan untuk menghindari anggapan tidak punya teman).
But....

Ah, I am done explaining. You do get my point.

1/31/2021

On My Way

Sekarang gue lagi dikamar habis liat Tiktok - Viu - Youtube. Perasaannya kurang lebih baik dan tipikal Abu-Abu banget.
Layar-layar handphone dan langit-langit putih. Sedikit langit & jalan gue liat. Sinyal selalu kencanggg sekarang. Mengingat pikiran gue lagi di antah berantah gini.

Ngomong-ngomong gue mau terima kasih sama Gue, diri gue sama GUE. Gue bikin tulisan tentang hubungan gue sama diri gue. Maunya sebagai ungkapan ketenangan. Bagi yang mau baca tulisan-tulisannya, bisa baca sampai selesai di sini.

Gue pengen nulis aja, enjoy :)

*Sekiranya bukan kiasan kalimat belaka, tapi cerita yang ada dan menenangkanku.





2 insan


Antara 'A'ku dan 'D'iriku


Keduanya bersatu karena tanpa alasan


Namun


Terkadang terpisah dalam kurun waktu yang tidak diduga


Berharap tetap akan bersama dan kuat dari tepisan hujan batu


Inilah diriku yang nyatanya terpisahkan karena kesulitan


Kesulitan menerima masalah yang ada


Dipisahkan harapan
Keputusasaan
Amarah
Kesedihan
Kebencian


Sang 'A'ku di Dunia nya


sedangkan


Sang 'D'iriku di Masalah nya


Bagaimanapun, pada logikanya, ini sulit


Tapi ini hebatnya peranan kondisi DIRIKU, dia bisa begitu bahagia dan juga bisa begitu sakit


Bisa kubayangkan, pasti betapa inginnya sang 'D'iriku datang ke Dunia demi hinggap ke rengkuhan sang 'A'ku


Bisa kubayangkan, pasti betapa inginnya sang 'A'ku memeluk sang 'D'iriku secara mendadak demi sebuah ketenangan


Dan juga bisa kubayangkan bahwa betapa inginnya sang 'D'iriku meruntuhkan topangan bahu kanannya demi bersandar di rangkulan dan gempatan peluk sang 'A'ku di Dunia





Keduanya bahagia kalau mereka benar bertahan dengan keadaan


Dan mereka seperti buah dari keromantisan nuansa pertolongan yang gemerlap








Untukmu ku gagahkan peganganku untuk 'A'ku dan 'D'iriku.


Thanks, Me! Keep going :)

1/24/2021

{Enter Title Here}

Sorry about the title right there. I'm not good at naming stuff :)

Males banget nulis nih ya. Hmm....Banyak sih yang terjadi belakangan ini yang bisa diceritain. Ada tentang presiden, serangan Israel ke Palestina dan kehidupan pribadi. Soo.. Gue rangkum aja ya semuanya dalam satu postingan.

Sekarang ini gue hanya fokus ke diri gue sendiri sih. Gue udah nggak terlalu banyak ketemu orang-orang dan main bareng ataupun komunikasi bareng seperti chattan bales cepet atau nimbrung di grup gitu (padahal sebenernya gue liat notifikasi nya). Sebenernya ada cerita menarik dari keansosan gue sekarang. Kalo mau diceritain mungkin beberapa orang akan nganggep gue childish kali ya? Atau terlalu sensitif mungkin? Atau mungkin ada orang yang gue kenal saat ini terus gue nggak suka? Terserah. Let me put it this way, I know how to respect others and I'm always nice to people. Malah kadang overly nice. Tapi mungkin karena itu jadi gue nggak dianggep sebagai orang yang harus disegani? I don't know. Jadi gini, gue bukan orang yang selalu ada maunya kalo ngapa-ngapain. Gue nggak pernah punya niatan untuk menguntungkan diri sendiri when it comes to kerja bareng-bareng. Apapun yang keluar dari mulut gue itu 100% untuk kebaikan semaunya. (Sialnya) gue juga bukan orang yang tau cara berbicara manis dan senyum-senyum. Kenapa gue bilang sial? Iya, ternyata sebagai orang Indonesia kita harus pandai berbicara. Mau dikata ini jaman modern milenium globalisasi atau apapun orang Indonesia itu tipikalnya gampang sakit hati kalo ada orang yang terlalu blak-blakan. Yaa gue juga terkadang suka sakit hati sih, tapi ya kalau gue emang beneran disakitin. Not because of this small silly things. Ngerti kan arahnya kemana? Iya, jadi banyak gitu yang nggak suka cara ngomong gue yang mungkin menurut mereka terlalu keras menusuk ke hati. Gue bahkan nggak menyerang personal. Gue hanya mengkritik hal kecil dengan niat yang baik. When I found out about this, I was totally disappointed. Kenapa? Lagi-lagi karena ekspetasi gue terhadap orang-orang yang udah deket itu bisa lah di ajak fair-fairan. Kalo nggak suka bilang nggak suka, kalo bagus bilang bagus. Ternyata nggak. Yang lebih bikin gue kecewa adalah gue nya jadi diomongin dibelakang. Ini nih hal yang paling gue nggak suka sedunia dan akhirat : dibohongin dan di omongin di belakang. Gue ngerasa dibegoin aja sih. Entah, mungkin karena selama ini gue bermain fair? Sejauh ini gue kalau ada masalah sama orang selalu gue ngomong ke dia biar dia tau dan biar dia tidak merasa dibohongin sama gue. Nggak tau lah.

Nggak cuma itu sih yang bikin gue akhirnya males. Jadi waktu itu ada ngobrol2 gitu lah. Terus ada satu sesi dimana lo bisa ngomong apa aja yang lo pendem selama ini. Terus ya gue lakuin lah ke satu orang. I thought kita bakal memperbaiki kekurangan masing-masing dan saling memaafkan gitu. But no, gue malah disuruh deal with it dan dijauhin tiba-tiba. Dan yang begitu itu bukan orang yang gue tuju doang, tapi orang lain yang ada disitu juga. I was so speechless man. In total shock banget. Like, "What the?".
Awal-awal gue merasa terganggu banget sama semua ini. Gue ngerasa kesel banget-bangetan sampe akhirnya gue curhat ke bibi gue. Dia pun menyarankan gue untuk mundur aja dari lingkaran itu. Setuju sih. Gue rasa gue akan terus-terusan dirugikan dan disalahkan karena gue melakukan sesuatu yang menurut mereka salah. Terlebih asal gue dan dari dari kecil juga gue nggak di didik lemah-lembut kayak tuan putri. Selama ini yang nyokap selalu ajarin adalah kita harus baik sama orang dan kita harus banget ngertiin orang. Tapi kalo orang itu makin lama makin ngelunjek karena keenakan (contohnya begini nih), ya peringatin dan tinggalin. Kalo berpikir atas asa take-and-give, sebenernya orang-orang macam begini kerjaannya take melulu dan never give back.

Intinya gue kecewa dengan orang-orang disekitar gue yang ternyata nggak ada bedanya sama pas jaman SMP-SMA dulu. Dimana lo bakal gampang tersinggung cuma gara-gara hal kecil. Dimana lo bakal tiap hari ngomongin orang lain dibelakang, tapi kalo didepan bertingkah seakan-akan semuanya baik-baik aja. Lo nggak bisa jujur dalam berpendapat, karena annti bakal menyinggung orang. Lo harus selalu pasang topeng dan fake smile setiap keluar rumah dan masuk ke kerumunan orang. I mean really?? Lo udah jauh-jauh dragging your body sampe ke tanah kuliah, tapi mental masih nggak berubah juga? Luar biasa.

Another thing yang bikin gue gusar adalah presiden. Kalo ngomongin ini mungkin bakal banyak yang tersinggung kali yah? Yaudah nggak usah diomongin. Yang pasti gue kasisan sama presiden yang selalu ada aja dicari kesalahannya sana-sini. Doi nunjukkin kegiatan yang baik katanya pencitraan. Doi gimana dikit dinyinyirin. Salut sih gue sama gimana dia bisa menghadapi haters dan orang-orang ternyata kalo udah nggak suka bisa sampe menggila ya?

So now kita ke Palestina. Gue kebetulan nge-follow salah satu akun yang selalu meng-update keadaan disana. Setiap detik ada aja yang meninggal atau cidera gara-gara di hantam sama bom atau pelurunya tentara Israel. Sedih banget gue bacanya dan yang pasti nggak habis pikir. Gila ya, makin lama nyawa manusia makin nggak ada harganya. Orang-orang bisa gampang banget nyabut nyawa orang lain. Padahal mereka sama sekali nggak ada hak buat ngelakuin itu. Lebih gilanya lagi banyak negara yang seakan nggak peduli sama mayat-mayat rakyat Palestina yang bergelimpangan di sana dan mereka lebih memilih ngedukung yang semestinya nggak di dukung. Semestinya.... Tapi sekarang lagi trend yah kayaknya? Zaman dimana yang benar itu disalahkan dan yang salah itu dibenarkan. Sekali lagi, luar biasa. Belom lagi media seakrang udah bener-bener nggak netral. Puluhan ribu orang diseluruh dunia berdemo untuk kebebasan Palestina, tapi nggak ada yang disorot. Nggak cuma Amerika, Inggris, dan Jerman yang mendukung Israel untuk ngebombardir Gaza atas dasar "membela diri", tapi juga beberapa orang juga ada yang mendukung. Yang kocaknya mereka malah nyuruh kita-kita yang mengecam untuk mengkroscek kembali alasan mengapa si Zionis ngelakuin hal itu dan jangan langsung berkoar-koar. Gue liatnya cuma bisa senyum miris. Ternyata bener, hati nurani manusia kebanayakan udah mati. Mungkin posisinya harus dibalik, doi jadi orang Palestina yang sekarang lagi nggak bisa tidur gara-gara denger suara meledak dimana-mana. Gue rasa sebelum doi dibunuh tentara Zionis, dia udah bunuh diri duluan karena nggak kuat ngadepinnya. Salut gue sama perkembangan kualitas manusia. Makin lama making merosot, Bung. Mari tepuk tangan.

Gue melihat dunia makin lama udah makin nggak kekontrol sih. Huru-hara dimana-mana, orang makin gila kekuasaan dan meng-Tuhan-kan uang. Makin nggak bisa bedain lagi mana yang bener dan mana yang salah. Anak-anak mudanya makin nggak peka dan aware sama "musuh" yang sebenernya dan yang tua making ngasih contoh nggak bener. Selalu dan selalu gue mengingatkan diri sendiri untuk jangan pernah lengah. Bumi ini seperti medan perang. Perangnya kita bukan dengan senjata atau sebilah pedang, tapi dengan kemawasan diri dan keimanan. (Mengingat iman gue yang masih tipis kaya sehelai rambut, gue juga takut gue bakal kalah perang). Kita pun perangnya bukan sama musuh didepan yang lagi lari-lari bawa golok buat ngebunuh kita, tapi sama arus kanan-kiri yang membuat kita jadi makin jauh dari jalan ditetapkan (yang katanya kuno itu) kita bisa mudah untuk membedakan. Contohnya gini deh, dulu emang lo pernah ngeliat orang pamer badan dijalanan? Pake crop t-shirt atau celana super pendek? Nggak. Malah kalau ada yang kayak gitu, pasti langsung diliatin sinis sama orang-orang. Apalagi kalo kita lagi jalan sama orang tua kita dan kebetulan ngeliat gituan, pasti langsung dikomenin. Coba kalo sekarang lo nyinyirin orang kayak gitu, yang ada lo dipedesin "Baju-baju gue. Mau apa lo?". Dari situasi-situasi itu kita yang muda-mua dan baru lahir ini bisa jadi ngeh "Oh ternyata nggak boleh ya kayak gitu?". Bedain sama sekarang. Orang-orang penyuka sesama jenis aja di dukung habis-habisan dan malah ada parade nya dimana doi cium-ciuman sesamanya sambil joget-joget diiringi musik dugem diatas karavan atau truk terbuka. Orang liberal juga sekarang banyak kan yang dukung? Padahal landasan pemikirannya nggak jelas apa. Mau semenyimpang apapun juga pasti banyak yang ngedukung. Nah yang begini-begini yang bahaya. Sekarang mayoritas berada diposisi yang salah. Teruntuk generasi-generasi penerus dan dedek-dedek muda kaya kita-kita cobaannya akan jauh lebih sulit dan kita dipaksa untuk berpikir lebih keras. Yang terkenal dan banyak supporter belum tentu benar. Kalau salah-salah mikir bisa masuk lubang buaya dan susah keluarnya.

Gile, udah banyak aja gue nulis. Yaudah deh gue stop disini aja. Have a nice day everyone!

1/18/2021

What The Heck Am I Writing?

"Im too busy doing what other people want me to do. When will I have a chance to live my dream?" -Dean Dwi Lestari, 21 tahun, mahasiswi yang masih dilanda keraguan


Sebulan ini gue punya banyak banget waktu merenung. Bangun tidur merenung, siang nonton youtube lalu merenung, sore denger lagu sambil merenung, malem-malem ngecek twitter sama instagram disudahi dengan merenung.
Pertanyaannya :

    1. "Lo nggak ada kerjaan apa gimana, Yan? Kok merenung mulu?"
    2. "Apaan sih yang lo lamunin?"

Jawabannya simpel : Kepo deh! Gue emang lagi disuruh merenungi detik-detik yang diberikan dan gue bingung.

Diatas gue tulis kalau gue masih dilanda keraguan dan itu benar adanya. "Coy, elu udah 21 tahun, temen-temen lo udah pada selesai sempro sama lagi revisi skripsi. Lo masih disini aja pake acara ragu-raguan segala.".
Banyak komentar.
Iya, gue so far nggak excited sama apa yang gue kerjain. I'm too busy doing what other people want me to do, so i don't have any chance to do things I enjoy doing. Pasti lo pernah deh ngerasa males sama rutinitas lo, kerjaan lo, yang sebenernya adalah kewajiban lo. Entah sebagai anak dari sepasang ibu bapak, pelajar, atau sebagai manusia juga boleh. Disini lo itu pasti bingung : Kenapa ya kok gue nggak excited sama hidup gue?
Masalahnya bukan di diri lo yang merasa orang lain selalu mendapat lebih dari lo, bukan. Bukan karena diri lo yang tidak bersyukur. Eits, kalau yang satu ini harus dipikirin lagi. Bisa jadi kita nggak bersyukur makannya kita nggak excited. Tapi kan jalan hidup lo adalah pilihan lo? Nah, ini dia. Bener nggak sih pilihan gue?
Sebenernya bullshit banget lah kalau hari gini--udah tanggung--tapi masih mikir, masih ragu, masih nggak yakin, dan meraba-raba jalan. Harusnya ya jalanin aja, paksain.
Tapi disini gue merenung lagi. Harusnya gue tau apa yang gue mau dan suka. Walaupun hidup ini nggak semata-mata selalu ngelakuin apa yang lo mau dan suka. Kalo kayak gitu gue rasa manusia nggak akan pernah belajar dan bakal jadi selfish bastard.

Tapi tetep, menurut gue hidup gue yang sekarang nggak bikin jalanan didepan sedikit tidak berkabut. Buktinya gue nggak kepikiran sama sekali gue bakal ngapain. Apa gue bakal ngejalanin yang namanya sidang di depan penguji-penguji uni, gue mempresentasikan skripsi gue tentang sesuatu yang berhubungan dengan perhotelan yang memberi kontribusi buat jurusan dan disitu gue nunjuk-nunjuk layar powerpoint sambil ngejelasin tentang skripsi bak orang paham yang menguasai semua praktek dan teori selama kuliah. Dan setelah lulus S1 gue nyari beasiswa ke Inggris demi nge-fulfill british dream gue, terus gue kerja di sana sambil visit-visit santai eropa tiap free. Gue nggak kepikiran apa-apaan.
Mungkin gue bakal lulus. Mungkin gue bakal sidang di depan penguji sambil cuap-cuap kayak lulusan yang meyakinkan, padahal internship aja lagi usaha dapetin. Mungkin gue bakal lanjut S2 dan di hire publisher buat nulis. Nggak ada yang nggak mungkin, tapi--I'm telling you--gue belom mikir sampe sejauh itu soalnya gue bingung.
Lagi-lagi gue bilang gue bingung, ditambah ini tulisan udah ngalor-ngidul kemana-mana. Intinya gue bertanya lagi, "Bener nggak ya ini yang gue mau?". Itu sih yang selalu gue tanyain ke diri gue. Apa bener gue beneran mau jadi wibawa-wibawa nada bicara tenang pake baju kayak back office, makeup lebih enchanting, ngerjain hal-hal perhotelan yang pun lagi weekend tapi kerjaan malah makin hectic? Gue masih dengan mindset gue yang lama : Gue adalah Dean yang waktu SMA dapet ranking nya di bawah, Dean yang nggak pernah lepas dari headset, Dean yang selalu baca wattpad di belakang kelas, Dean yang rada malu, Dean yang kalo temenan banyakan gapernah awet, Dean yang mikirnya suka beda dari yang lain, dan Dean yang suka perang sama mood dan emosinya. Gue butuh cerita tentang seseorang yang moody tapi bisa lulus kuliah dan sukses, biar gue jadi merasa di dorong ampe jauh.

Gue punya temen dari luar kampus dan kita cerita-cerita aja. Dia cerita tentang dia yang semester ini ada ujian, selebihnya kayak proyek-proyek asik. Juga tentang kuliah dia yang ada tugas bikin video, nyari-nyari buku, hal-hal yang berbau ngetik2 di laptop, dan hal-hal--yang--menurut--gue--enak lainnya. Terus di sela-sela ngobrol gue pun merenung "What are you doing, Yan?". Lalu terjadilah percakapan didalam otak gue (masih waktu di sela-sela ngobrol. Iya coy, otak gue juga bisa multi-tasking) :

Dean 1 : "Yan, did you just hear that?"
Dean 2 : "what she just told me? Yeah, sounds like what you want, huh?"
Dean 1 : "Iya, ege. Bayangin lo kuliah kayak gitu. Pasti lo bakal enjoy banget."
Dean 2 : "I did want to study kayak gitu kan, tapi dibilang kerja nya mau jadi apaan nanti."
Dean 1 : "What were you thinking choosing that major?"
Dean 2 : "Dunno."
Dean 1 : "You should've studied something else or at least SOMETHING ELSE."
Dean 2 : "Dude, my parents are happy because I got to ptn immediately after graduating."
Dean 1 : "So what? Nggak ada bedanya kalau lo dulu ikut tes lagi. Lulusan sarjana ya lulusan sarjana."
Dean 2 : "Nggak gitu, ege. Gue yakin pasti ntar ada advantage-nya."
Dean 1 : "Seriously, lo mestinya ambil jurusan yang lo Mau, bukan yang penting Negeri."
Dean 2 : "Grrrr..."
Dean 1 : "Lo stress kuliah mulu itu hasil pilihan lo sendiri."

Dean beneran ngomong ke temen :"Arghhh.... Gue jadi pingin cuti aja."

Hasil renungan gue kali ini, ternyata bener : life isn't just about doing what you love and want to do. You'll be able to learn more about life and yourself when you push the envelope and get out of your comfort zone. Mungkin gue nggak akan pernah bisa ngomong kayak gini kalau gue lagi kuliah asik-asik mikir ide buat video, atau lagi ngetik-ngetik di laptop, atau lagi ngumpulin buku buat mata kuliah semester ini. Dan bener, orang punya cara menuju suksesnya masing-masing. Orang punya cerita dan takdir masing-masing. Orang punya cobaan masing-masing, dan Tuhan punya cara masing-masing dalam memberi pelajaran hidup dan mensyukuri nikmat yang udah Dia kasih ke hambanya.
Iya sih, mungkin sekarang-sekarang gue lagi nggak bersyukur aja. Masih untung gue bisa kuliah. Walaupun indeed setengah mati banget gue nyelesain tujuh semester. Dengan kapasitas minat gue yang sedikit, tapi gue menghadapi sesuatu yang huge. Lebay sih kedengerannya, tapi kuliah disini emang sulit nggak pakai terkecuali. Problem tunggal : dosen. Semua terbentur karena dosen.

Back to my question : We picked our own path. Did you pick yours thoughtfully?