10/20/2021

Curhat Lagi, Curhat Lagi

Gue nggak tau dimana gue harus nulis uneg-uneg ini dan gue nggak tau mesti curhat ke siapa tentang hal ini. Terus gue jadi inget kalau gue punya blog yang bisa gue tulis tentang apa aja. Nyahnyahnyah.

Kali ini ceritanya agak bikin gue bingung, tentang apa yang kemarin-kemarin tejadi. Kenapa gue mau curhat tentang yang baru-baru terjadi? Karena gue udah nggak kuat lagi untuk nggak ngomongin ini, entah ke teman, keluarga, sosial media mana pun. Orang-orang di whatsapp gue akan bosan karena gue selalu berisik di status. Intinya gitu. So, disini gue nggak mau nulis tentang hal itu bener dan hal itu salah. Gue pure 100% pingin curhat.

Jadi gini, gue lagi magang. Magang gue bisa dibilang masih 3 bulan lagi. Terlebih dari 3 bulan ini gue sebelumnya bukan di bagian yang sekarang. Harusnya ya gue udah terbiasa dong ya. Karena gue nggak baru masuk ke tempat magang dan gue sudah pernah ada di bagian lain, bisa dibilang kemampuan menyesuaikan diri gue agak lama. Didalam diri gue memperbolehkan aja kalau gue ingin bebas berekspresi dan berbicara karena hal yang gue pikirkan, tapi karena gue masih di awal nggak mungkin gue bertingkah seolah-olah gue bisa langsung nyambung dan mengikuti lingkungan di sekitar gue. Selama gue mengerjakan dan mempelajari apa yang memang sudah untuk gue, ya sah-sah aja. Begitu juga dengan bagian. Gue bener-bener nggak ngerti dengan ucapan supaya bisa fokus di satu dulu tapi kenyataannya gue dikeluhkan. Gue mengakui gue masih berusaha mengetahui dan mengerti ritme lingkungan disana seperti apa. Dulu (juga) gue di bagian sebelumnya masih bingung, tapi mereka berusaha membuat gue beradaptasi dan membuat gue tahu apa yang perlu gue lakukan. Gue mulai paham, ketika satu orang ini melakukan sesuatu yang membuat mereka merasa sebal, mereka akan mulai mengeluhkan dan berbicara mengenai satu orang ini. Gue berusaha mikir (lagi) "Yaa nggak papa lo juga dulu di awal masih ada rasa bingung". I'm that type of person yang melihat dulu baru gue bisa. Jadi gue sebelumnya pasti nyari info ke orang lain, walaupun gue nggak mencoba mencari tau ke orang-orang disana. Gue tapi kenapa seolah-olah gue yang salah, padahal gue seperti itu karena melihat situasi dan kondisi yang lagi terjadi. But still, gue mikir memang kalau gue bertanya terus-terusan entah hal sepele atau hal-hal lain apa gue nggak akan dikira annoying. I totally know kalau orang lagi sibuk mengerjakan sesuatu dan ditanya nanti akan ke distract. Gue mengikuti apa yang mereka mau but you know "nanti saya panggil, nanti nunggu saya kasih.". Tapi kenapa gue tetep dikeluhkan. I don't know keluhan ini masih berlaku sampai sekarang atau saat itu aja.
So basically gue mulai nggak tenang.

I'm not saying that they're not good to treat someone or they're not a good person. They are really really a good person when I'm in there. Gue masih nerima saat gue denger tentang keluhan kalau gue pendiem waktu itu. Karena gue sadar akan hal itu, gue belum bisa ngobrol-ngobrol atau mengikuti obrolan mereka. Gue pikir sekarang gue akan dibilang aneh karena selalu mencoba bertanya apa yang gue dengar dari sekitar atau apa yang gue lihat. Gue sadar gue mulai merasa aneh dan bingung waktu ada di sekitar mereka, karena jadi banyak banget yang gue pikirin. Gue mulai khawatir lagi tentang diri gue di mata mereka. Gimana tanggapan mereka tentang gue, apa yang mereka mau dari gue, apa yang mereka ekspetasikan tentang diri gue, dan blablabla.  Gue ngerti kenapa gue seperti itu, gue mengerti kenapa gue mulai mikir lain-lain. Orang lain mulai disebut-sebut karena gue beda dari orang sebelumnya. Intinya itu yang mulai membuat gue overthinking over frustation. Gue tau penerimaan dari orang lain nggak semudah itu. Menerima orang lain yang berbeda itu nggak gampang. Gue ngerti itu. Tapi gue jadi mikir apa gue harus kayak dia, yang kenyataannya gue beda dari dia. Gue nggak tau siapa yang ngomong itu, tapi gue mikir mungkin semua nya yang punya pemikiran begitu tentang gue. Karena gue nggak ada bayangan siapa nya.

Dari dulu juga gue selalu mikir kenapa gue orangnya nggak gampang beradaptasi saat pertama kali berada di suatu tempat. Gue termasuk orang yang selalu punya pikiran buruk tentang diri sendiri. Gue belum bisa berpikir hal-hal baik tentang gue dan menerima diri sendiri. Gue selalu ngejudge diri sendiri. Membandingkan diri dengan orang lain bukan hal yang mustahil gue lakuin. Dengan melihat orang lain berpikir tentang gue dan membuat celah antara gue dengan orang lain: Gue membenarkan pikiran-pikiran buruk gue.

So now I'm just sad and thinking about everything. I'm tired about mental weaknesses that I have right now. Gue rasanya mau nangis kalo mikir terus-terusan. Kemarin fisik gue di jalan pulang udah ketar-ketir, dan gue dibilang masuk angin seperti biasa. Orang-orang disini nggak tau pikiran-pikiran itu yang bikin fisik melemah. I mean why you're not talking to someone? Is that someone out there? I don't think so. Semua orang punya kehidupan yang lagi dijalanin masing-masing. It's not okay to interupt their life with your own problems.

My point is, buat diri gue yang masih ada sampe sekarang "How To Survive In This Life." Why are you doing that? Boleh kah kalian coba berpikir dan berusaha mengerti terhadap tidak semua orang sama? Kenapa kalian begitu disaat orang-orang sebelumnya nggak begitu? Kenapa yang diam dikira nggak berusaha? Kenapa orang harus tetep show up dan berusaha terlihat?
Life would have been better if we can accept and understand that not everyone is same. Gue ngerti kok kalau gue seharusnya begini dan begitu, karena tujuan gue disana memang seharusnya itu. Nggak masalah kalau kalian berpikir lain-lain tentang gue, I accept that. I don't care if you are thinking about anything or whatever it is. As long as I'm alive, that's how life's work right?

9/09/2021

Life Update?

Maafkan saya yang kurang peduli sama intensitas menulis di blog ini yaa... *bowing-bowing kayak mamanya Shinchan*

Kesibukan kali ini di sebabkan oleh :


    1. Kuliah (bosen, kan? Denger kata kuliah mulu. Sama.)
    2. PKL
    3. AU Program

Iya udah itu doang.

Apa ya yang mau di ceritain? Setelah pulang pkl gue nggak ngapa-ngapain juga. Boro-boro mau jalan-jalan pas libur. Bales-balesin WhatsApp orang pas nyampe rumah aja agak mager, saking capenya. Saking pingin tidurnya. Hmm... Palingan tanggal 3 september kemaren sebulanan sih pkl. Nggak banget ya gue nginget2 udah sebulanan buat apa?

Aduh asli gue lagi super-duper keine Lust binti kein Bock banget ini ngeblog. Sudah lah.

8/02/2021

The Meaning of Navillera

Mungkin di tulisan sebelumnya gue udah ngasitau kalau gue lagi nggak baik-baik aja akhir-akhir ini. Tentu nggak cuma gue yang ngerasa kayak gini. Tapi banyak banget kayaknya yang gue pikirin lewat kepala gue. Masalahnya gue nggak tau isi kepala gue saat ini itu apa, karena kepala gue nggak ngasitau ke mulut gue. Begitu juga dengan hati gue akhir-akhir ini. My body's not telling me what happened.

Emang sih keliatannya lebay banget, tapi emang kepala gue kayaknya lagi sibuk-sibuk nya. Dia kayak mempertanyakan sesuatu ke gue, tapi gue masih nggak tau apa yang mau dia omongin ke diri gue. Mungkin dia masih nyari jalan buat mencoba ngasitau gue, but they're not connected with me. Gue juga lagi sulit berhubungan sama hati gue. Dia cuma memberi gue sinyal, seperti gue lagi nggak tenang.

Emang gue memikul banyak banget beban di diri gue? Pasti banyak sih, tanggung jawab gue sebagai anak kan masih panjang. So, disini gue mau nulis kalimat yang selalu dateng ke diri gue yaitu gue mau berhenti. Gue mau cuma nyampe disini aja. Emang gue cape banget? Nggak cape kok, cuma nggak tenang (loh kok nggak tenang?). Gue rasanya mau nangis kalo mau tidur atau bangun tidur. Do you have problem? 
Beberapa video yang gue tonton rata-rata isinya menulis apapun yang ada di kepala kita dan biarin tulisan itu mengalir dengan sendirinya, dan katanya itu membantu mereka. Gue rasa nggak salah cara nya, setiap orang punya cara tersendiri untuk dealing with their thoughts. Terus tahun 2019 sampai 2020, gue mencoba melakukan hal itu juga. Tapi tahun lalu gue cuma beberapa bulan doang, anggap lah setahun setengah dan somehow that's not working for me. Saat menulis di buku yang gue rasain adalah semakin kepikiran, jadi gue nggak berusaha melanjutkan itu lagi. Beberapa bulan ini gue hampir nggak pernah namanya cerita ke temen. Karena gue merasa mereka juga punya masalah dan mereka juga mungkin lagi berusaha nemu jalan keluar nya sendiri. Gue mikirnya "lo mau nambahin beban mereka? masalah mereka aja mungkin berat. Terus masalah lo bagi mereka nggak seberapa kayaknya." 

Dulu gue mikir ada yang salah dari gue. Kayaknya gue orangnya aneh. Gue suka merasa pengen marah. Gue suka merasa pengen nangis. Tapi semua yang gue rasain itu, nggak ada yang gue tunjukkin. Karena gue tau akibat setelahnya itu kadang bikin gue nyesel. Rasanya kayak "gue harusnya nggak boleh marah. Gue nangis ngapain kalo masih ngerasa nggak lega.".
Gue dulu pernah nanya ke salah satu temen gue "lo ngapain kalo lagi banyak masalah?". Jawabannya dia tidur, karena setelah bangun dia lupa. Andai gue begitu, kayaknya enak haha. Tapi gue pernah marah, karena emang kesel nya udah lama. Gue sebel kalo nggak melakukan satu hal terus dianggap nya nggak pernah melakukan segala hal. Saat gue marah karena itu, gue jadi dibombardir, iya gue disalahin balik. Energi gue kayaknya nggak cukup buat marah, karena gue keburu nangis

Sering juga gue nangis. Gue orang nya gampang nangis, sebenernya gampang kesinggung. Terlalu sensitif. Gue sebel sebenernya sama sifat gue yang satu ini. Gue kalo kesinggung suka jadi ngejudge diri sendiri, gue suka inget sama hal-hal yang pernah bikin gue nangis. Tapi ingetnya tergantung siapa yang saat itu membuat gue tersinggung. Kamar mandi atau saat mandi adalah pilihan terbaik untuk nangis. Gue langganan kayaknya deh, tapi emang enak kok. Karena nggak ada yang liat dan nggak ada yang tau. Suara air bisa memanipulasi.
So basically gue melankolis kali orangnya.

Sekitar beberapa minggu lalu gue nonton drama korea. Terus gue ngeliat yang judulnya "navillera". Keliatannya menarik saat gue denger lagunya, yaudah gue klik. Ternyata itu drama tentang "mimpi dan kebahagian." Kira-kira gitu menurut gue.

Buat gue, drama kayak gitu jarang banget gue tonton. Selain mencari aktor yang tampan, tentu (pasti) mencari kelucuan dan keromantisan drama adalah hal yang wajib. Sebenernya gue tau drama ini karena gue lagi suka sama Taemin. Kebetulan dia pengisi lagunya. Gue penasaran jadinya. Karena lagunya bagus banget.


Anyway, drama ini tentang seorang kakek dan keluarganya. Kakek ini waktu kecil pengen jadi ballerino. Tapi nggak boleh sama ayah nya. Kenapa nggak boleh? Karena kamu harus punya pekerjaan yang menghasilkan banyak uang. Terus kakek punya temen yang lagi sakit atau di panti jompo gitu, temen nya bilang kalo dia selalu bermimpi lagi membuat perahu buat dia sendiri. Kalo nggak salah, dia selalu bikin perahu buat orang tapi dia nggak pernah bikin buat dia sendiri. Mimpi temen kakek ini membuat perahu dia terus ke lautan gitu intinya. Tapi itu nggak pernah terjadi, karena temen kakek ini sakit. Dia kayak bilang ke si kakek "selagi fisik lo masih kuat, lo lakuin apa yang lo suka".
Kakek ini diem-diem dateng ke tempat latihan balet. Tempatnya itu pribadi punya salah satu ballerino ternama yang berhenti karena cedera. Tapi di tempat itu ada satu orang yang dilatih yaitu SongKang. Kakek mohon-mohon sampe akhirnya dia boleh latihan balet. Pelatihnya adalah SongKang. SongKang galak sama si kakek ini, karena dia nggak mau tadinya. Terus istri kakek ini tau dan marah lah. Marah nya juga bener-bener dari istri sampe ke anak-anaknya. Gue suka sama menantu-menantu nya disini. Karena mereka doang yang awalnya ngedukung kakek. Istri kakek ini awal-awal gue nyebutnya egois. Karena si kakek nggak dikasih kesempatan buat melakukan sesuatu yang dia suka. Istri nya kayak "lo udah tua ngapain macem-macem. Intinya sekarang anak kita harus sehat, udah pada kerja, punya penghasilan, kita punya cucu." Pokoknya gue sebel dengernya. Kakek ini pokoknya harus sama nenek.

Kakek ini punya cucu dari anak laki-lakinya. Cucu nya ini perempuan. Dia lagi magang di restoran dan SongKang ternyata partner kerja nya. Cucu nya ini selalu dimintain tolong sama bosnya. Bosnya perempuan dan dia lagi ngerjain thesisnya. Bos nya minta tolong ke cucu si kakek entah koreksi atau bikinin gitu. Cucu nya awalnya ragu gitu "kalo saya ngebantuin, nanti nilai magang saya bisa dibantu jadi bagus nggak?". Terus bos nya "iya, pasti bagus deh". Tapi ternyata nggak begitu kenyataannya. Cucu kakek ini malah disalahin balik sama bos nya, sampe kakeknya yang kebetulan ada di restoran langsung bilang "kamu tidak seharusnya menjadi bos disini. Kamu tidak pantas blablabla." Panjang deh pokoknya. Bapak nya tau kalo anaknya itu nilai magang nya jelek dan interview kerja juga nggak lolos. Saat cucu kakek ini gagal keduanya, dia ketemu sama SongKang. Mereka cerita-cerita gitu. SongKang nanya "apa yang membuat kamu bahagia saat kamu melakukannya?". Cucu nya kakek ini nggak bisa jawab. Karena dia nggak tau apa yang membuat dia bahagia dan apa yang dia mau lakuin sampe bikin dia merasa bahagia.
Saat sampe rumah, bapak nya marah lah. Mungkin anaknya kelamaan mendem sendiri. Jadi keluarlah semua unek-unek dia "seseorang bertanya padaku apa yang membuat aku bahagia, namun aku tidak bisa menjawabnya. Apa ayah tau apa yang membuat ayah bahagia?". Gue takjub banget sama anaknya. Keren banget.

My point is, ada satu kalimat dari anaknya yang mana membuat gue tertampar sekali "pernah tidak kamu seperti berlari padahal kamu diam di tempat?". Gue sensitif banget kalo film atau drama tentang mimpi atau kebahagiaan. Bawang nya kayak banyak banget.

Udah dulu deh cerita drama korea nya, kalo mau tau lebih lengkapnya mending nonton sendiri di Netflix. Gue nggak tau apa yang membuat gue bahagia atau apa yang gue suka, because the choice for me is still not in my hands I'm not the ruler of myself.

Sekali saja, tak bisakah bertanya apa aku baik-baik saja?. Aku sudah bekerja keras. Tahukah hal bodoh yang kulakukan demi mencapai hal itu?. Namun, aku masih saja gagal.

7/30/2021

Blue Sky Collapse

Tadinya pagi ini gue mau tidur lagi, tapi gue inget hari ini sabtu, dan ternyata gue salah print kalender soalnya sekarang jumat. Hari ini gue masih banyak pikiran. Biasa lah suka random, tapi gue nonton kdrama aja. Sekalian nemenin gue daripada makin diem makin mikir.

Terus barusan gue muter lagu Blue Sky Collapse nya Adhitia Sofyan. Nice.

Akhir-akhir ini gue galau. Nggak galauin siapa-siapa, asli deh. Lebih ke ngegalauin apa. Sewaktu lagu ini gue dengerin, gue sembari flashback ke masa lalu, masa di kala gue masih remaja belasan tahun. Dengerin lagu Adhitia Sofyan yang gue puter secara berbayar di spotify gue sendiri, karena gue suka dengerin lagu apalagi soundtrack drama atau film. Singkat cerita, lagu-lagu dia udah dua yang gue dengerin dan gue suka setel di Spotify. Lagu-lagu doi nemenin countless sleepless nights yang berlalu hanya karena gue lagi into internetan banget sampe nggak rela kalo waktu internetan gue dipake buat tidur. What did I do? Ngeblog dan blog walking. Blog walking, kata yang udah lama banget nggak gue denger. I remember scrolling through other blogs yang randomly gue temuin malem itu. Semaleman gue baca blog orang. Iya, isi blog orang lain masih seseru itu sampe bikin gue tidur pagi. Mereka se-freely itu cerita apapun di blog. Semuanya hanya kata-kata. Satu sampai dua foto mungkin disisipin di postingan biar nggak terlalu bosen. I loved reading their stories and I loved writing mine, too. Selain buka tab blogger, gue suka sekalian buka artikel tentang kesehatan mental orang lain dan how they deal with it. Iseng-iseng scrolling pagenya. Gue suka ngebaca-bacain komen-komennya karena isinya nggak ada yang ngejudge cerita mereka dll (Iyalah, tema websitenya aja menyangkut mental seseorang. Duh.). But that was my favorite, because I adore their bright and colorful yet calming stories. Satu lagi, gue dulu suka buka Friendster. Duh, iya Friendster. Website ini udah nggak ada lagi ya sekarang? Padahal seru banget. Lebih seru dari Instagram, Facebook, sama Path. Kapan lagi lo minta orang lain buat ngisi kolom Testimonial lo? Kapan lagi juga lo bisa ngedekor sendiri profile lo pake tulisan glitter? Mungkin saat itu Facebook udah ada, dulu gue ngerti cara maen Facebook tapi sekarang gue nggak ngerti. Tapi, konsep ngasih gifts lucu yang bisa keliatan di sidebar profile kita masih sulit gue pahami sampe sekarang.

Youtubers yang dulu gue selalu tontonin videonya, yang bikin gue terpingkal-pingkal dengan jokes bule recehnya mereka, udah nggak pernah upload video lagi. Instrumen-instrumen enak yang suara gitarnya bagus ya depapepe yang selalu gue dengerin. Sekarang Youtube isinya makeup tutorial plus vlog manusia dan artis yang semakin eksis di dunia maya, padahal gue kalo nonton nggak terlalu menikmati sih. Blogger juga udah sepi. Anak-anak hipster angkatan awal udah pada nggak ngeblog lagi kayaknya. Udah pada ilang entah kemana. Walaupun gue suka nggak paham, tapi gue suka aja baca tulisan mereka yang sengaja dibikin misterius ala-ala pujangga dengan gaya bahasa yang tersirat bikin penasaran itu. Sementara gue masih menulis blog seperti tahun lalu. Kayaknya gue nggak mau give up sesuatu yang mengikat gue dengan masa lalu. Sama seperti gue sulit banget untuk lupa orang-orang lama atau kenang-kenangan orang lama. Iya, sesulit itu gue untuk move on.

Semakin gue tua gue sepertinya semakin sensitif. Buktinya tiap kali gue nonton atau inget hal-hal dari jaman dulu, gue jadi mendadak melankolis kaya sekarang. Kayaknya gue nggak terlalu suka sama masa sekarang dan kenyataan kalau gue nggak bisa balik ke masa lalu bikin gue jadi sedih. Jaman dulu semua kayaknya tentram banget. Everything was meaningful. Everyone was genuine. Sekarang semuanya nggak berarti. Lagu-lagu baru udah nggak asik lagi untuk didengerin. Nggak bisa lagi nemenin gue menjalani sewaktu tempo, sehingga gue bisa inget terus sama momen tersebut setiap kali gue denger lagunya. Kebersamaan udah nggak indah lagi, karena sekarang manusianya terlalu sibuk selfie bareng biar bisa diupload di Instagram dan Status WhatsApp. Maybe it's just me, but I feel everything has changed completely. Apa mungkin karena gue semakin bertambah tua, maka hidup jadi bertambah sulit? Apa mungkin karena gue semakin dewasa, maka gue jadi makin serius sehingga gue nggak bisa menemukan momen-momen indah yang gue dapetin di masa lalu? Atau mungkin pikiran gue udah terlalu carut marut, sehingga nggak mau lagi dipenuh-penuhin sama lagu apapun?

Dunia juga sekarang dipenuhi dengan orang-orang baru. Manusia kayaknya sekarang makin banyak sampe gue nggak kenal lagi muka-mukanya. Tempat dulu berasa sempit, karena orang yang muncul dipermukaan ya dia-dia doang. Orang-orang lama pada kemana ya? Mungkin udah pada punya dunia masing-masing kali ya. Mungkin ini yang namanya regenerasi. Yang lama-lama udah pada pensiun, digantiin sama yang baru.

Tapi masalahnya yang baru kurang asik, kurang seru.

I just play Adhitia Sofyan's full album. Songs that I used to listen to one year ago. Kayaknya untuk beberapa hari ini gue akan dengerin lagu-lagu ini terus sambil mengenang masa lalu.

Still everyday I think about you
I know for a fact that's not your problem
But if you change your mind you'll find me
Hanging on to the place
Where the big blu sky collapse 

7/15/2021

Apologize?

I know. Yes, I know very well. But what I don't understand is why the innocent need to apologize? I don't want to be taught like that. If it has to be like that all the time, how can someone who is wrong can understand that it is actually her who is wrong.

It's okay if no one apologizes. I don't want to apologize, but I'll assume you apologized. Like "Sorry I'm too sensitive". Yes, I would think that way about you, because that's actually how it was when I was asked to apologize. I don't care now with which one has to give in, because whoever was wrong it seems like someone like that should feel wrong and apologize. Does sorry really mean? Yes, sorry doesn't mean you lose but you realize that you are not always right. You don't understand, do you? Yes, of course, you are always right. But my apologies are not for the guilty. I will say sorry when I was wrong. Usually I will apologize frequently whether I do or not. But not anymore for now. You need to learn and I'm learning, too. I hope we will learn together. Let's be nice from now on! I'm not your doll anymore you can want and what you set to be. I'm entitled to myself too.

Am I really that hard to be a person now? Yes, sorry life is too hard to be weak all the time. Life has become so unfriendly, that I need to learn how to respond to life in the moment.

I was very weak and quite fed up with the life I was living then, now and in the future. I don't want to add another bad life to the next. Try to understand other people, I'm tired of understanding other people all the time. Even though you don't understand me, you don't even try, you just keep trying to corner me. I will try to be a good person when I do good to myself too, I always do good to others but I treat myself badly. I would feel unfair wouldn't I? Yes, maybe I'm always feeling sad inside. She'll feel like I'm not treating her well and she might just get fed up with me and leave me. I don't want her to not try to be with me through other difficulties and sorrows. She tried to make me happy, but I poured out sadness. I feel the evil that is given by myself.

Am I too selfish now? How to say huh. If life is too hard to feel and think, then I have to be tougher right? Because life can erode me slowly if I get weaker and weaker.

7/12/2021

You've Got A Friend

Orang-orang bilang masa-masa SMA adalah masa paling indah. Gue nggak terlalu setuju sih. Masa di mana nggak ada beban hidup. Drama hanya sebatas perseturuan sepele antar teman, drama naksir-naksiran kakak kelas, berantem-berantem labil cinta monyet. Tiap hari ke sekolah bukan pingin belajar, tapi pingin ketemu orang-orangnya. Pergi ke sekolah bukan pengen nuntut ilmu, tapi pingin seneng-seneng jajan di kantin dan pergi les. Kelas 6 sampe awal kelas 8. It was the best time of my life.

Di sana gue nemuin beberapa orang terbaik yang pernah gue temuin yang sampe sekarang nggak akan gue lupa. If I heard the word "best friend", I'll definitely think of them. Dulu mungkin gue merasa pertemanan gue dengan orang-orang ini biasa aja layaknya pertemanan setiap orang dengan kawan baiknya. Setelah kuliah ini jauh dari mereka gue baru sadar kalo pertemanan dengan mereka adalah sesuatu yang patut gue apresiasi setiap detik. Gue nggak tau segimana annoying dan talking too much nya gue dulu sampai gue beranjak kuliah. Gue nggak sadar segimana nggak jelas dan lebay nya gue dulu sampai gue menginjak umur 20, ninggalin masa remaja. Apalagi kalau udah cerita-cerita tentang jaman dulu dan mengingat-ngingat tingkah laku gue dulu tuh rasanya nggak percaya aja gue bisa begitu jadi orang. Bukan perubahan pada diri gue yang ingin gue bangga-banggain di sini. Despite begitunya gue tersebut, orang-orang ini mau nerima gue. Itu yang bikin gue bersyukur kalau diinget lagi. Gue nggak pernah sekali pun denger dari mereka tercetus suatu kalimat yang memojokan gue, yang mengolok-ngolok gue saat itu, yang complain akan ke tidak-jelasan dan segala tentang gue saat itu. Bahkan sampai sekarang, terkadang mereka suka tiba-tiba nanya kabar atau ngegoda-godain gue udah bisa makeup segala padahal dulu kayak laki. I'm grateful and proud at the same time. Gue bangga pernah punya temen-temen yang ternyata itu berarti banget dan bersyukur karena gue pernah bisa ada di hidup mereka, bisa nyicipin baiknya mereka juga.

Pernah nggak sih lo berada di suatu situasi di mana lo ngerasa nyaman banget. Nggak terpikir di benak lo untuk mengubah diri lo, memilah-milah kata-kata lo, dan menutupi keburukan lo, karena lo tau mereka nggak akan mengeluh tentang sifat lo, tentang perkataan lo, tentang diri lo. That's how I feel whenever around them. Gue bisa cerita apapun, menumpahkan segala keluh kesah gue tanpa khawatir apakah gue udah terlalu banyak ngomong, terlalu rempong ngehadapin masalah, terlalu panikan. Karena gue tau mereka akan selalu mendengarkan dengan senang hati. Di deket mereka gue bisa jadi diri gue sendiri, bodo amat sama apa yang gue lakuin, karena gue tau mereka nerima gue apa adanya. Pun ada yang mereka nggak suka di diri gue, they'll tell me in a good way as a good friend and for my own good. Itu yang gue pelajari selama 2 tahun di masa remaja gue. That's a kind of friendship I know, menerima teman baik lo apa adanya, selalu suportif, saling mendukung satu sama lain, saling nasehatin satu sama lain, dan selalu ada di situasi apapun. As simple as that.

Sampai akhirnya gue lulus SMP. Gue masuk lingkungan baru, dengan muka-muka baru, ketemu sama personality baru. It hits me so hard, because some people here (those who I considered as good friends) have different understanding and different opinion on friendship. Gue nggak perlu cerita kelas 8 akhir dan kelas 9 gimana. Karena itu bukan sesuatu yang baik untuk gue inget. Because it really changed me. Di sekolah dulu gue nggak pernah discanning dari atas sampe bawah sama temen deket gue (that's not what good friends do, right?), nggak pernah diliatin gue sama orang-orang ini gimana sikap nya, nggak pernah diminta harus begini dan begitu, nggak pernah diliat secara permukaan. But these people do. Buat mereka pertemanan adalah ketika lo bisa ngobrol terus-terusan dan ikut kemanapun, once lo lagi nggak mau ngumpul, you go back to square one. Pertemanan lo renggang. So it's like quantity over quality? Buat mereka pertemanan adalah ketika lo bisa ngumpul-ngumpul sama orang ini, tapi ketika orang ini lagi di masa sulit, mereka nggak memberi moral support or even time. Buat mereka pertemanan adalah ketika orang ini bertingkah laku dan bersifat sesuai apa yang mereka mau. In other word, they don't accept you as who you are. Iya, selama berteman sama mereka gue harus selalu menutupi sifat asli gue, gue harus bertingkah menyenangkan dan mengikuti supaya nggak diomongin, gue harus berusaha keep up supaya gue terus dianggap teman, dan gue selalu complain ke diri gue, "What are you doing, Yan?!", Hanya supaya gue dianggap temen, gue rela usaha segitunya. Why did I do that?

Karena gue tau gue hampir selalu dianggap salah sama orang lain, terutama dengan cewek-cewek yang suka komplotan, cewek-cewek yang punya pasukan depan belakang kanan kiri, cewek-cewek yang suka haha-hihi ngomongin orang nggak jelas, gue bukan cewek yang suka nyindir bawa banyak orang di sekitarnya, gue bukan cewek yang punya temen karena pinter ngomong. I am not that kind of person. Melihat sifat gue mulai dari kelas 9 yang sedih mulu, yang jadi males ngomong, jadi sering pengen sendiri, yang lebih mengedepankan quality over quantity, yang lebih melihat esensi, yang selalu punya strong view dan perspective, yang kaku, yang pemikir, yang nggak tau caranya berteman, adalah hal yang sulit. Terlalu sulit, at least buat gue. Dan gue rela bingung sama diri sendiri supaya gue punya temen. Supaya diri gue yang jadi bersudut ini bisa muat ke lingkaran mereka. I struggled so much selama gue di SMA. I keep blaming myself, "Kenapa lo nggak bisa play along well in this society?. Dan satu hal lagi, gue benci sama sindiran. Tapi di masa sekolah itu hawa sindiran terlalu kuat, even for the smallest thing. Gue masih inget gimana dulu kelas 8 akhir dan kelas 9 gue selalu disindir-sindir karena masalah cowok likes over 10 times di sekolah, dan gue jadi ya kalau lo suka mah ambil gue nggak akan mikir seperti cara pandangan lo ke gue. I smell strong sense of chaos there, like really strong. Semua hal itu membuat gue kesulitan, yang gue rasain jadi makin sulit rasanya saat mereka tiba-tiba nyindir fisik gue dari atas sampe bawah entah twitter apa saut-menyaut. Tiba-tiba disamperin di kelas dan ditanya-tanya dengan nada yang sinis, padahal gue tau masalah awalnya bukan itu. Semua hal itu membuat gue ngomong kakak pingin pesantren aja. Nggak kuat, gue dateng tiap hari, gue lihat tiap hari, gue temuin tiap hari. Rasanya kayak lo melihat orang di depan lo selalu berusaha membuat lo sendiri dan nggak punya siapa-siapa, padahal lo adalah orang yang bingung dan mikir "Kenapa yang kayak gitu malah banyak temen nya?". Setidakmenyenangkan itu.

Gue masih inget gimana waktu gue ngerasa sendirian, orang-orang yang gue anggap dekat malah nggak ada. Selama dia sedih dan bingung, gue ada buat mereka. Even their ears are not there for me. They have no idea gimana stressnya gue dulu terkapar di pikiran dan perasaan sampe-sampe gue suka tiba-tiba nangis tanpa alasan. They didn't even care. Terus gimana? Gue nggak pernah ngomong ke orang kalau lagi kenapa-kenapa, gue nggak pernah cerita-cerita sama orang, gue mulai mikir bukan lo doang yang perlu di dengerin, gue pun sama. Kalo mau husnudzon mungkin mereka sibuk nggak ada waktu. Tapi mereka nggak nanggepin gue lagi karena chat-nya nggak kebaca. Yep, I'm still trying my best to think positive here, even you update story/status and you're just reply your bf's-ish chat. I know it's all about the priority, right? Gue juga masih inget banyak lagi sampe gue jago sendirian sekarang. Ok, back to the school story, because that story was in college. Ketika gue bener-bener jujur sama mereka, gue malah didepak dari lingkarannya karena gue berubah katanya. Gue masih inget betul gimana gue ngerasa dikecewainnya saat itu, dikecewain sama temen gue sendiri. Gimana marahnya dan nggak percayanya gue sama apa yang udah dilakuin mereka. Gue juga masih inget gimana setengah matinya gue mencoba untuk menahan amarah gue, tapi gue takut akan mendapat judgement yang lebih buruk lagi. Dan gue selalu inget gimana kecewanya gue sama mereka yang juga ninggalin gue, bersama dengan orang-orang yang menyudutkan gue ketika gue perlahan-lahan belajar mengerti diri gue. And I don't wanna be my old self again, who couldn't hold anger. Akhirnya gue minta maaf, minta maaf, dan minta maaf. Tiga kali gue minta maaf, tap itu semua tetep nggak bisa nge-restore friendship gue sama mereka. Mereka nggak mau temenan sama gue lagi, mereka menghindar. We're now strangers again.

Bertahun-tahun ini semua membebani otak gue yang kecil ini. Bertahun-tahun gue simpan kekecewaan gue. They don't know how hard I've tried to be a person that really who I am, but ends with I've tried to be a friend they wanna have. Bertahun-tahun gue kesel ke diri gue sendiri, kenapa gue nggak bisa punya temen yang bertahan lama? Apa gue yang kurang mengerti mereka?, dan bertahun-tahun juga gue mempertanyakan ke diri gue "Kenapa fokus gue selalu ke orang lain?".

Salah satu video kemudian mengingatkan gue sama satu cerita tentang sahabat yang hidup di jaman Rasulullah:

Di salah satu sudut Masjid Nabawi terdapat satu ruang yang kini digunakan sebagai ruang khadimat. Dahulu di tempat itulah Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalaam senantiasa berkumpul bermusyawarah bersama para Sahabatnya radhiallahu 'anhum. Di sana Beliau SAW memberi taushiyyah, bermudzakarah, dan ta'lim.

Suatu ketika, saat Rasulullah SAW memberikan taushiyyahnya, tiba-tiba Beliau SAW berucap, "Sebentar lagi akan datang seorang pemuda ahli surga.". Para sahabar r.hum pun saling bertatapan. Di sana ada Abu Bakar Ash Shiddiqradhiallahu 'anhu, Utsman bin Affanradhiallahu 'anhu, Umar bin Khattabradhiallahu 'anhu, dan beberapa Sahabat lainnya.

Tak lama kemudian, datanglah seorang pemuda yang sederhana. Pakaiannya sederhana, penampilannya sederhana, wajahnya masih basah dengan air wudhu. Di tangan kirinya menenteng sandalnya yang sederhana pula.

Di kesempatan lain, ketika Rasulullah SAW berkumpul dengan para Sahabatnya, Beliau SAW pun berucap, "Sebentar lagi kalian akan melihat seorang pemuda ahli surga.". Dan pemuda sederhana itu datang lagi, dengan keadaan yang masih tetap sama, sederhana. Para Sahabat yang berkumpul pun terheran-heran, siapa pemuda sederhana itu?

Bahkan hingga ketiga kalinya Rasulullah SAW mengatakan hal yang serupa, bahwa pemuda sederhana itu adalah seorang ahli surga. Seorang Sahabat, Mu'adz bin Jabbalradhiallahu 'anhu pun merasa penasaran amalan apa yang dimilikinya sampai-sampai Rasul menyebutnya pemuda ahli surga?

Maka Mu'adzradhiallahu'anhu berusaha mencari tahu. Ia berdalih sedang berselisih dengan ayahnya dan meminta izin untuk menginap beberapa malam di kediaman si pemuda tersebut. Si pemuda pun mengizinkan. Dan mulai saat itu Mu'adz mengamati setiap amalan pemuda tersebut.

Malam pertama, ketika Mu'adz bangun untuk tahajud, pemuda tersebut masih terlelap hingga datang waktu subuh. Ba'da subuh, mereka bertilawah. Diamatinya bacaan pemuda tersebut yang masih terbata-bata, dan tidak begitu fasih. Ketika masuk waktu dhuha, Mu'adz bergegas menunaikan shalat dhuha, sementara pemuda itu tidak.

Keesokkannya, Mu'adz kembali mengamati amalan pemuda tersebut. Malam tanpa tahajjud, bacaa tilawah terbata-bata dan tidak begitu fasih, serta di pagi harinya tidak shalat dhuha.

Begitu pun di hari ketiga, amalan pemuda itu masih tetap sama. Bahkan di hari itu Mu'adz shaum sunnah, sedangkan pemuda itu tidak shaum sunnah.

Mu'adz pun semakin heran dengan ucapan Rasulullah SAW. Tidak ada yang istimewa dari amalan pemuda itu, tetapi Beliau SAW menyebutnya sebagai pemuda ahli surga. HIngga Mu'adz pun langsung mengungkapkan kebenarannya pada pemuda itu, "Wahai Saudaraku, sesungguhnya Rasulullah SAW menyebut-nyebut engkau sebagai pemuda ahli surga. Tetapi setelah aku amati, tidak ada amalan istimewa yang engkau amalkan. Engkau tidak tahajjud, bacaannya pun tidak begitu fasug, pagi hari pun kau lalui tanpa shalat dhuha, bahkan shaum sunnah pun tidak. Lalu amal apa yang engkau miliki sehingga Rasul SAW menyebutmu sebagai ahli surga?"

"Saudaraku, aku memang belum mampu tahajjud.
Bacaanku pun tidak fasih. Aku juga belum mampu shalat dhuha.
Dan aku pun belum mampu untuk shaum sunnah.
Tetapi ketahuilah, sudah beberapa minggu ini aku berusaha untuk menjaga tiga amalan yang baru mampu aku amalkan."

"Amalan apakah itu?"

"Pertama, aku berusaha untuk tidak menyakiti orang lain. Sekecil apapun, aku berusaha untuk tidak menyinggung perasaan orang lain. Baik itu kepada ibu bapakku, istri dan anak-anakku, kerabatku, tetanggaku, dan semua orang yang hidup di sekelilingku. Aku tak ingin mereka tersakiti atau bahkan tersinggung oleh ucapan dan perbuatanku."

"Subhanallah. Kemudian apa?"

"Yang kedua, aku berusaha untuk tidak marah dan memaafkan. Karena yang aku tahu bahwa Rasulullah tidak suka marah dan mudah memaafkan."

"Subhanallah, lalu kemudian?"

"Dan yang terakhir, aku berusaha untuk menjaga tali silaturahhim. Menjalin hubungan baik dengan siapapun. Dan menyambungkan kembali tali silaturrahim yang terputus."

"Demi Allah...engkau benar-benar ahli surga. Ketiga amalan yang engkau sebut itulah amalan yang paling sulit aku amalkan."

Mungkin gue butuh waktu. Gue butuh waktu lama buat maafin mereka dan ikhlas tentang apapun yang udah terjadi, just because I don't have that huge of imaan in me. But what I know is, if I forgive them and just be clear about whatever happened, I do it for Allah, not for them and my life.

7/04/2021

Hari Gabut

Halo pemirsa! Udah ganti bulan aja yak sekarang. Bulan kemarin-kemarin kayaknya gue jarang banget nulis. Baru akhir bulan Juni gue nulis lagi kan. Biasanya gue seminggu sekali update blog haha. Kemarin boro-boro. Sampe-sampe banyak cerita-cerita yang lupa gue tulis disini.

Yah, hidup gue apa kabar ya beberapa hari ini? Yang pasti gue kemarin lagi males ngapa-ngapain. Padahal baru 3 hari bulan ini, tapi malesnya udah menjalar kemana-mana. Kuliah? Semester ini gue kayaknya cuma ambil magang, tapi skripsi akan diusahakan kok. Jadi gue keterima di tempat magang yang gue apply, mulainya seminggu lagi. Terus gue seneng nggak? Sebenernya seneng sih gue bisa ternyata dan nggak terlalu seneng yang seneng banget gitu. Jadi apa yang dirasain sebenernya. Life's hard, man.
Hutang kuliah gue kayak kebayar lah step-step nya. Walaupun sebenernya kalau mau ngeliat orang lain yang ada di sekitar gue, ketinggalan kan yak. Tapi gatau kenapa gue nggak terlalu peduli, maksudnya gue nggak kesenggol ngeliat orang lain lulus terus gue belum dll. Gue pernah nonton video salah satu youtuber canada, dia bilang sebenernya achievement setiap orang itu beda dan gaada yang nentuin achievement itu harus kapan. Akhirnya gue mikir tujuan orang tua atau society tentang kuliah itu nggak jauh dari setelah lulus dapet kerja. Walaupun kadang orang tua bilangnya lulus nya yang cepet, gapapa nanti mau kerja apa mau diem dirumah doang. Ya kalimat yang disampein bagus sih kayak ngasih kebebasan mau ngapain, tapi biasanya orang tua punya ekspetasi ke anaknya *mungkin nggak semua* lulus kuliah terus kerja terus nikah terus punya anak dan seterusnya. Itu tuh kayak garis hidup yang wajib dan arahan hidup setiap orang tuh rasanya kayak gitu. Iya sodara-sodara, kayak begitu terus siklus yang berlaku. Good.


Emangnya lu nggak mau nikah, Yan? :') Iya gue mau, cuma pandangan gue soal nikah beda sama lu. Emang tujuan lu nikah karena apa? Ya kan gue mau punya anak. Sebelum nikah juga bisa kalo lu mau punya anak doang mah. Oke gue undur diri, karena topik ini sensitif sekali. Jujur gue pernah ngomong gitu waktu ada yang bilang mau nikah mau cepet-cepet punya anak. Bingung gue anak masih dijadiin tujuan untuk menikah.

Hari ini rencananya gue mau ngerjain sesuatu. Kalo di kasus gue, kalo nggak ngapa-ngapain itu malemnya malah begadang, kalo ngapa-ngapain gue bakal tidurnya cepet. Gue cuma mau bilang, semoga hal yang kalian suka masih bisa kalian lakuin sekarang-sekarang. Jangan ngeliatin dan mikirin orang lain udah nyampe mana. Kalo mikirin orang lain rasanya mau manjat pohon depan rumah. Pusing.

Oke deh kalo gitu segini aja update-annya. Semoga cukup yak *kaya ada yang baca ajee*. Gue mau lanjut ngapain ya, di depan mata ada gelas bekas minum redoxon mau gue cuci. Baiklah gue undur diri dulu, cao cao!


6/30/2021

Minggu Cemas

Belakangan ini gue tidurnya malem terus. Malem buat gue itu kira-kira di atas jam 11 lah. Nggak tau nih kenapa nggak bisa tidur lebih awal, tapi gue seneng sih. Katanya kan kalau tidurnya malem itu karena nggak mau melewatkan hari lebih cepet. Pokoknya nggak mau buru-buru ganti hari lah gitu.
Akhir-akhir ini gue suka negative thinking gitu sama diri sendiri. Kayak kemaren-kemaren gue tuh cemas banget gitu sama kuliah gue nanti, sama gue harus dapet tempat magang sampe minggu awal juli nanti kalo bisa, terus agak cemas harus jauh. Which means gue harus ke tempat lain untuk bisa magang dimana jauh dari rumah gue. Kayaknya cemasnya itu karena banyak banget yang harus di kejar.

Oh iya, gue belom update ya? Tanggal 29 Juni kemaren gue dapet panggilan interview dari tempat magang yang gue apply untuk jurusan perhotelan.


Iya, gue kayaknya insya Allah kalo keterima disana ya bakal cari tempat kos biar nggak pulang pergi. Menurut aturan yang ada harusnya magang itu semester kemarin--yang mana mulainya februari tahun ini. Berhubung gue milih untuk ngambil cuti dulu, jadinya gue mulai cari-carinya bulan ini. Seneng sih... Seneng banget malahan. Siapa sih yang nggak seneng kalau pikirannya dialihin dulu dari semraut tingkat akhir. Gue tuh cuti bener-bener alhamdulillah wasyukurillah banget. Terlebih untuk breakdance nya gue, gue nggak nyangka aja ternyata gue belajar hal-hal yang bisa gue simpen di memori gue. Gimana ya, cuti gue bukan buat sembarang leha-leha. Yah yang jelas gue belajar buat kenalan sama diri sendiri. Apa yang mau gue lakuin. Apa yang gue suka. Apa yang mau gue kembangin. Apa yang harus diinget sama pikiran gue. Especially untuk soal belajar nih. Gue sebenernya ngikut fall program di taiwan. Tapi kuliahnya itu online sih, gue lupa mulai nya kapan tapi beberapa bulan lagi. Karena gue belum tau info selanjutnya lagi ya yaudah tunggu aja kabar jadi atau nggak dan gimananya. Kalau inget orang-orang yang ngomong gue lulusnya lama, gue jadi sebel sama kuliah lagi. Karena gue pengen sadar kalau gue ngejalanin dan milih buat kuliah bukan untuk kejar-kejaran gue udah ini tinggal ini dll. Gue ngejalanin kuliah sampe saat ini juga itu udah terseok-seok. Asal gue inget tujuan gue dan gue ngejar apa, insya Allah gue akan lewat jalan yang dikasih sama Allah. Nah sekarang gue tinggal do'a lagi semoga gue ada jodohnya sama salah satu tempat magang. Semoga Juli emang bener-bener jodoh gue.


Fiuh... Jadi keinget lagi deh sama pikiran yang harus di selesain sekarang-sekarang. Nggak tau nih kebiasaan kalau ada hal baru tuh langsung sedih sama takut bawaannya. Nggak pede duluan gue. Kenapa ya?Nggak tau lah.
Belom lagi mikirin bakal kos dimana kalau dapetnya jauh. Gue selalu pengen ruangan gue nyaman astaga maaf. Gue semester kemaren ada pengalaman yang gagal sih jadi ya begitu deh... Suka kebayang terus dan gue jadi pesimis gitu. Nggak tau ya gue orangnya nggak bisa kayak ohh kegagalan itu pengalaman yang bikin lo harus bangkit lagi setelahnya, nah "setelahnya" gue tuh ada jeda waktu yang lumayan lama. Nggak bisa gue gagal tiba-tiba udah kuat bangkit kejar lagi. Belajar dari waktu gue mau kuliah itu, jangan memaksa diri ngambil keputusan setelah baru aja gagal. Karena gue pernah begitu dan ternyata pilihan gue itu jangka pendek. Tapi mau gamau gue harus bisa sampe garis finish ya karena gue sudah start terlalu jauh. Jadiiii... Ambil jeda waktu yang emang cocok sama kamu ya. Yaudah deh kita lihat nanti gimana kelanjutannya ini magang. Nggak tau lolos apa enggak gue dengan skill berbicara gue yang seadanya itu.

Oke deh kalo gitu. Gue mesti menata ikea raskog yang baru selesai dirangkai. See you next time, readers!

6/19/2021

5/06/2021

Das Leben Geht Weiter

Kalian semua pasti pernah berada di situasi, dimana semua hal seakan-akan nggak ada yang beres. Ya intinya semua carut-marut dan membuat kita cukup stress bahkan sedikit depresi. Mungkin kalo lo baca postingan gue beberapa bulan lalu, kelihatan banget gue disitu was not okay. I was devastated and depressed sama hubungan pertemanan gue, kuliah, sama diri gue yang mentally sendiri nggak pernah cerita sama siapa-siapa lagi. Kalau gue flashback, saat-saat itu semesta alam emang maksa gue untuk grow up dan mulai berpikir secara dewasa. Sulit banget, sulit maksud gue adalah prosesnya. Gue kayak berasa lagi di boot camp. Gimana nggak, realizing that everything I believe in is completely bullshit. It sucks big time. Kalo di pikir-pikir semua hal yang kemaren bener-bener sampah dan bikin gue pusing. But you know what? I learned. Gue ngga perlu ceritain detail masalah gue, karena gue udah janji nggak akan pernah lagi ngomongin itu di blog.

Tutup buku, i'm fine now. Gue belajar dari kesalahan-kesalahan gue kemaren, mungkin dulu gue kurang bersyukur dan terlalu khawatir aja. Sekarang gue cukup senang kok menjalani keseharian gue. Bersyukur masih dikasih sehat sama Allah, seneng masih bisa adem walaupun lagi kesel, seneng kalau gue bosen masi bisa nonton video idol grup yang lucu, bersyukur tiap hari dibikin senyum sama chat bubble, masih bisa tidur-tiduran gabut di rumah, dan yang terbaru, super bersyukur gue bisa nggak terlalu ngejudge diri sendiri karena ngeliat Lucas secinta itu sama diri dia sendiri.
I'm happy, that's it. I know there are more to come.

Mungkin dulu gue terlalu kaku. Gue berpikir kalau kebahagiaan gue hanya datang dari seorang teman, but I was totally wrong. Bahagia itu bisa datang dari mana aja. Even a stranger can make you laugh. Dan sepertinya dulu gue terlalu bergantung sama quality time gue dengan keberadaan orang-orang disekitar gue yang membuat gue merasa hidup berdampingan dengan orang lain lebih penting, padahal harusnya diri gue dulu yang perlu diajak hidup berdampingan. Mata gue udah lumayan kebuka sekarang.

Be grateful for whatever God has given to you, because God knows best.

Terima kasih yaa Allah untuk semuanya. Maafin saya kalau solatnya masih bolong-bolong.

3/14/2021

Stay Hungry

Dikarenakan gue lagi jadi pengangguran (lagi), gue menghabiskan hari-hari gue dengan menonton Masterchef yang udah lama banget. Jujur gue lebih prefer sama Masterchef Australia ketimbang yang USA. Kenapa? Abisnya yang USA lebay abis. Nggak jurinya, nggak pesertanya, semuanya lebay. Pertama jurinya, siapa namanya? Gordon Ramsey? Dia lebay parah. Apalagi pas dia di Hell's Kitchen. Kerjaannya ngamuk-ngamuk mulu. Mana aksennya british kan, jadi tambah mikir gue dengernya. Pesertanya juga kayaknya niat banget untuk berkompetisi sampe nggak jarang yang satu throwing other competitors under the bus. Persaingan yang sangat tidak sehat. Mereka harus banyak makan vitamin.


Berbeda dengan orang-orang di US, si peserta Masterchef Australia lebih terlihat selow dan tenang. Mereka pun mengangap saingannya adalah keluarga. Kalau lo sering denger yang USA ngomong "I'm not here to make friends. I'm here to win.", mungkin si Aussie ngomong "I'm so happy that he's going to the next round. So we can stay here a little bit longer and make great food.". Elegan.

Padahal awalnya gue mau ngepost foto makanan yang gue temuin di internet. Tapi jadi melenceng ngomong Masterchef. Yaiyalah coy. Pendahuluan dulu. Selow...

Di satu episode si Ben, peserta dari Masterchef Aussie masak Kecap Manis Lamb. Guess what? Dia menang hahaha. Juri-jurinya kayak kegirangan gitu makaninnya. Dalem hati gue "Yaelah, ini mah ibarat makanan gue sehari-hari.Emang dasar bule biasa makan makanan hambar."
Emang bukan rahasia lagi kalau masakan indonesia itu enak-enak. Bumbunya pas. Kalau masakan india bumbunya kebanyakan, ampe rasanya kadang aneh. Sementara masakan eropa bumbunya kaga jelas. Kayaknya di masaknya cuma sama garam-merica doang. Presentasi nya doang yang bagus.
Mari kita bayangin betapa lezatnya masakan-masakan di bawah ini. Untung puasa masih beberapa minggu lagi ya.










Gimana? Laper nggak liatnya? Gue tiba-tiba ngidam soto babat bibi gue. Enaknya parah, makannya ampe keringetan pedes. Biasanya kalo lagi ngidam gini gue cuma bisa menunggu esok tiba, karena rasanya ingin makan itu akan hilang. Nasib jarang ada tukang jualan. mau makan yang cuma keluar jalan aja susah. Huh.

Anyway, yeah. Kita nggak terbiasa sama rasa yang simple, selalu bold flavour. Di buku-buku resep aja bahan-bahannya banyak bener. Daun ini lah, daun itu lah. Semuanya dimasukin dan voila! Magic.

Sekarang gue mau ngapain ya. Jadi kepingin bikin mie nih. Kemarin gue udah makan mie sebenernya. Gara-gara abis pulang kampung. Alhasil pengeeeeeen makan, tapi maleeees makan. Okebye!

3/02/2021

Life Update

Due to overflowing mind, here I am writing a new blog post.
This post might get you think some.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Sebenernya bulan februari lalu gue ada rasa pengen nulis, tapi karena saat itu gue lagi di lemah secara mental jadinya pikiran gue agak sedikit terganggu. Sekarang pun sebenernya gue lagi nggak menggebu-gebu banget untuk menulis, karena pikiran gue udah agak used up untuk jauh dari sosial media, nggak mikirin jalan orang lain, dan sedikit mengembangkan kehidupan kesehatan mental gue.
"Kehidupan mental? I thought you were fine."

Believe it or not di bulan lalu gue udah nyerah sama apapun yang mau gue lakuin. That's actually one of my february problems anyway: it's been hard and tough for myself. Gue pertama kalinya merasa butuh ahli nya pas gue mulai nggak bisa cerita lagi ke orang di sekitar gue. She asked me to tell anything that would be hard to tell others. Dan kemudian apa yang mau diomongin belum sampe akhir udah nangis duluan. Di sana gue ada menggambar juga berdasarkan kalimat yang disebutinnya. I do feel myself changing a lot. I later then found out that if it's a good change. So I won't think I need an expert. Kalo di tanya apa yang berubah ya jawabannya adalah pikiran gue makin kacau sampe kadang gemeteran setiap lagi diem. Setelah itu setiap tidur selalu kebawa mimpi dan ujungnya nangis. Lalu gue jarang ngomong dan jarang makan sampe dibeliin vitamin untuk nggak selalu mikirin macem-macem. Gue nggak sering chatan sama temen gue yang sebenernya kadang gue nggak mau kalo gue baca terus ujungnya kepikiran. Bahkan gue jadi matiin notifikasi WA, despite seorang gue yang basically suka update status.

Me being more lose self-confidence nowadays got me thinking, "Why did I even doubt myself even more in this life? And why my self-confidence?". Terus gue mulai mikir sebenernya gue kenapa (yes, I am on that stupid mind). Pertanyaannya negatif. Cukup negatif sehingga instead gue jawab, I just thought of my failure, feel that failure is shameful. Jadi gue merasa kalau gue didn't fulfill what my parents wanted and that means I failed. But at least this made me lose my self-confidence even more.
There are hundreds of things that I think about myself. Pertama, Memenuhi ekspetasi orang lain aja sebenernya udah nggak banget. I still don't understand why did I do that. This made me more and more confused about myself who didn't even know what kind of "Person" I was. Instead of knowing what makes me happy, I get more confused about what I like and what I really want to achieve that I couldn't answered in freaking two hours. Kedua, it makes you frustrated not knowing what makes you happy at the same time. You can obey someone's wishes and be what they want until you are confused about who you are. If you are a loyal read of this blog, you would probably know I have quite a problem tapi kata orang "Nggak semua masalah harus diceritain." (walaupun sampe sekarang udah jelas how social is social, how communication is communication, how human is human, etc). But never in my life I say someone's problem without giving a treat of kindness. Why? Because that's a good thing, if you can't use words then show the attitude directly to make them not feel alone.

The point I am trying to make is, while I can listen to myself of self-reflect and even helped by anyone. On the other side of my social bubble, all I got is.... overthinking? I find it rather weird.
Nggak semua temen gue kayak gitu. There are some good people in my life (lagi-lagi harus menjelaskan untuk menghindari anggapan tidak punya teman).
But....

Ah, I am done explaining. You do get my point.

1/31/2021

On My Way

Sekarang gue lagi dikamar habis liat Tiktok - Viu - Youtube. Perasaannya kurang lebih baik dan tipikal Abu-Abu banget.
Layar-layar handphone dan langit-langit putih. Sedikit langit & jalan gue liat. Sinyal selalu kencanggg sekarang. Mengingat pikiran gue lagi di antah berantah gini.

Ngomong-ngomong gue mau terima kasih sama Gue, diri gue sama GUE. Gue bikin tulisan tentang hubungan gue sama diri gue. Maunya sebagai ungkapan ketenangan. Bagi yang mau baca tulisan-tulisannya, bisa baca sampai selesai di sini.

Gue pengen nulis aja, enjoy :)

*Sekiranya bukan kiasan kalimat belaka, tapi cerita yang ada dan menenangkanku.





2 insan


Antara 'A'ku dan 'D'iriku


Keduanya bersatu karena tanpa alasan


Namun


Terkadang terpisah dalam kurun waktu yang tidak diduga


Berharap tetap akan bersama dan kuat dari tepisan hujan batu


Inilah diriku yang nyatanya terpisahkan karena kesulitan


Kesulitan menerima masalah yang ada


Dipisahkan harapan
Keputusasaan
Amarah
Kesedihan
Kebencian


Sang 'A'ku di Dunia nya


sedangkan


Sang 'D'iriku di Masalah nya


Bagaimanapun, pada logikanya, ini sulit


Tapi ini hebatnya peranan kondisi DIRIKU, dia bisa begitu bahagia dan juga bisa begitu sakit


Bisa kubayangkan, pasti betapa inginnya sang 'D'iriku datang ke Dunia demi hinggap ke rengkuhan sang 'A'ku


Bisa kubayangkan, pasti betapa inginnya sang 'A'ku memeluk sang 'D'iriku secara mendadak demi sebuah ketenangan


Dan juga bisa kubayangkan bahwa betapa inginnya sang 'D'iriku meruntuhkan topangan bahu kanannya demi bersandar di rangkulan dan gempatan peluk sang 'A'ku di Dunia





Keduanya bahagia kalau mereka benar bertahan dengan keadaan


Dan mereka seperti buah dari keromantisan nuansa pertolongan yang gemerlap








Untukmu ku gagahkan peganganku untuk 'A'ku dan 'D'iriku.


Thanks, Me! Keep going :)

1/24/2021

{Enter Title Here}

Sorry about the title right there. I'm not good at naming stuff :)

Males banget nulis nih ya. Hmm....Banyak sih yang terjadi belakangan ini yang bisa diceritain. Ada tentang presiden, serangan Israel ke Palestina dan kehidupan pribadi. Soo.. Gue rangkum aja ya semuanya dalam satu postingan.

Sekarang ini gue hanya fokus ke diri gue sendiri sih. Gue udah nggak terlalu banyak ketemu orang-orang dan main bareng ataupun komunikasi bareng seperti chattan bales cepet atau nimbrung di grup gitu (padahal sebenernya gue liat notifikasi nya). Sebenernya ada cerita menarik dari keansosan gue sekarang. Kalo mau diceritain mungkin beberapa orang akan nganggep gue childish kali ya? Atau terlalu sensitif mungkin? Atau mungkin ada orang yang gue kenal saat ini terus gue nggak suka? Terserah. Let me put it this way, I know how to respect others and I'm always nice to people. Malah kadang overly nice. Tapi mungkin karena itu jadi gue nggak dianggep sebagai orang yang harus disegani? I don't know. Jadi gini, gue bukan orang yang selalu ada maunya kalo ngapa-ngapain. Gue nggak pernah punya niatan untuk menguntungkan diri sendiri when it comes to kerja bareng-bareng. Apapun yang keluar dari mulut gue itu 100% untuk kebaikan semaunya. (Sialnya) gue juga bukan orang yang tau cara berbicara manis dan senyum-senyum. Kenapa gue bilang sial? Iya, ternyata sebagai orang Indonesia kita harus pandai berbicara. Mau dikata ini jaman modern milenium globalisasi atau apapun orang Indonesia itu tipikalnya gampang sakit hati kalo ada orang yang terlalu blak-blakan. Yaa gue juga terkadang suka sakit hati sih, tapi ya kalau gue emang beneran disakitin. Not because of this small silly things. Ngerti kan arahnya kemana? Iya, jadi banyak gitu yang nggak suka cara ngomong gue yang mungkin menurut mereka terlalu keras menusuk ke hati. Gue bahkan nggak menyerang personal. Gue hanya mengkritik hal kecil dengan niat yang baik. When I found out about this, I was totally disappointed. Kenapa? Lagi-lagi karena ekspetasi gue terhadap orang-orang yang udah deket itu bisa lah di ajak fair-fairan. Kalo nggak suka bilang nggak suka, kalo bagus bilang bagus. Ternyata nggak. Yang lebih bikin gue kecewa adalah gue nya jadi diomongin dibelakang. Ini nih hal yang paling gue nggak suka sedunia dan akhirat : dibohongin dan di omongin di belakang. Gue ngerasa dibegoin aja sih. Entah, mungkin karena selama ini gue bermain fair? Sejauh ini gue kalau ada masalah sama orang selalu gue ngomong ke dia biar dia tau dan biar dia tidak merasa dibohongin sama gue. Nggak tau lah.

Nggak cuma itu sih yang bikin gue akhirnya males. Jadi waktu itu ada ngobrol2 gitu lah. Terus ada satu sesi dimana lo bisa ngomong apa aja yang lo pendem selama ini. Terus ya gue lakuin lah ke satu orang. I thought kita bakal memperbaiki kekurangan masing-masing dan saling memaafkan gitu. But no, gue malah disuruh deal with it dan dijauhin tiba-tiba. Dan yang begitu itu bukan orang yang gue tuju doang, tapi orang lain yang ada disitu juga. I was so speechless man. In total shock banget. Like, "What the?".
Awal-awal gue merasa terganggu banget sama semua ini. Gue ngerasa kesel banget-bangetan sampe akhirnya gue curhat ke bibi gue. Dia pun menyarankan gue untuk mundur aja dari lingkaran itu. Setuju sih. Gue rasa gue akan terus-terusan dirugikan dan disalahkan karena gue melakukan sesuatu yang menurut mereka salah. Terlebih asal gue dan dari dari kecil juga gue nggak di didik lemah-lembut kayak tuan putri. Selama ini yang nyokap selalu ajarin adalah kita harus baik sama orang dan kita harus banget ngertiin orang. Tapi kalo orang itu makin lama makin ngelunjek karena keenakan (contohnya begini nih), ya peringatin dan tinggalin. Kalo berpikir atas asa take-and-give, sebenernya orang-orang macam begini kerjaannya take melulu dan never give back.

Intinya gue kecewa dengan orang-orang disekitar gue yang ternyata nggak ada bedanya sama pas jaman SMP-SMA dulu. Dimana lo bakal gampang tersinggung cuma gara-gara hal kecil. Dimana lo bakal tiap hari ngomongin orang lain dibelakang, tapi kalo didepan bertingkah seakan-akan semuanya baik-baik aja. Lo nggak bisa jujur dalam berpendapat, karena annti bakal menyinggung orang. Lo harus selalu pasang topeng dan fake smile setiap keluar rumah dan masuk ke kerumunan orang. I mean really?? Lo udah jauh-jauh dragging your body sampe ke tanah kuliah, tapi mental masih nggak berubah juga? Luar biasa.

Another thing yang bikin gue gusar adalah presiden. Kalo ngomongin ini mungkin bakal banyak yang tersinggung kali yah? Yaudah nggak usah diomongin. Yang pasti gue kasisan sama presiden yang selalu ada aja dicari kesalahannya sana-sini. Doi nunjukkin kegiatan yang baik katanya pencitraan. Doi gimana dikit dinyinyirin. Salut sih gue sama gimana dia bisa menghadapi haters dan orang-orang ternyata kalo udah nggak suka bisa sampe menggila ya?

So now kita ke Palestina. Gue kebetulan nge-follow salah satu akun yang selalu meng-update keadaan disana. Setiap detik ada aja yang meninggal atau cidera gara-gara di hantam sama bom atau pelurunya tentara Israel. Sedih banget gue bacanya dan yang pasti nggak habis pikir. Gila ya, makin lama nyawa manusia makin nggak ada harganya. Orang-orang bisa gampang banget nyabut nyawa orang lain. Padahal mereka sama sekali nggak ada hak buat ngelakuin itu. Lebih gilanya lagi banyak negara yang seakan nggak peduli sama mayat-mayat rakyat Palestina yang bergelimpangan di sana dan mereka lebih memilih ngedukung yang semestinya nggak di dukung. Semestinya.... Tapi sekarang lagi trend yah kayaknya? Zaman dimana yang benar itu disalahkan dan yang salah itu dibenarkan. Sekali lagi, luar biasa. Belom lagi media seakrang udah bener-bener nggak netral. Puluhan ribu orang diseluruh dunia berdemo untuk kebebasan Palestina, tapi nggak ada yang disorot. Nggak cuma Amerika, Inggris, dan Jerman yang mendukung Israel untuk ngebombardir Gaza atas dasar "membela diri", tapi juga beberapa orang juga ada yang mendukung. Yang kocaknya mereka malah nyuruh kita-kita yang mengecam untuk mengkroscek kembali alasan mengapa si Zionis ngelakuin hal itu dan jangan langsung berkoar-koar. Gue liatnya cuma bisa senyum miris. Ternyata bener, hati nurani manusia kebanayakan udah mati. Mungkin posisinya harus dibalik, doi jadi orang Palestina yang sekarang lagi nggak bisa tidur gara-gara denger suara meledak dimana-mana. Gue rasa sebelum doi dibunuh tentara Zionis, dia udah bunuh diri duluan karena nggak kuat ngadepinnya. Salut gue sama perkembangan kualitas manusia. Makin lama making merosot, Bung. Mari tepuk tangan.

Gue melihat dunia makin lama udah makin nggak kekontrol sih. Huru-hara dimana-mana, orang makin gila kekuasaan dan meng-Tuhan-kan uang. Makin nggak bisa bedain lagi mana yang bener dan mana yang salah. Anak-anak mudanya makin nggak peka dan aware sama "musuh" yang sebenernya dan yang tua making ngasih contoh nggak bener. Selalu dan selalu gue mengingatkan diri sendiri untuk jangan pernah lengah. Bumi ini seperti medan perang. Perangnya kita bukan dengan senjata atau sebilah pedang, tapi dengan kemawasan diri dan keimanan. (Mengingat iman gue yang masih tipis kaya sehelai rambut, gue juga takut gue bakal kalah perang). Kita pun perangnya bukan sama musuh didepan yang lagi lari-lari bawa golok buat ngebunuh kita, tapi sama arus kanan-kiri yang membuat kita jadi makin jauh dari jalan ditetapkan (yang katanya kuno itu) kita bisa mudah untuk membedakan. Contohnya gini deh, dulu emang lo pernah ngeliat orang pamer badan dijalanan? Pake crop t-shirt atau celana super pendek? Nggak. Malah kalau ada yang kayak gitu, pasti langsung diliatin sinis sama orang-orang. Apalagi kalo kita lagi jalan sama orang tua kita dan kebetulan ngeliat gituan, pasti langsung dikomenin. Coba kalo sekarang lo nyinyirin orang kayak gitu, yang ada lo dipedesin "Baju-baju gue. Mau apa lo?". Dari situasi-situasi itu kita yang muda-mua dan baru lahir ini bisa jadi ngeh "Oh ternyata nggak boleh ya kayak gitu?". Bedain sama sekarang. Orang-orang penyuka sesama jenis aja di dukung habis-habisan dan malah ada parade nya dimana doi cium-ciuman sesamanya sambil joget-joget diiringi musik dugem diatas karavan atau truk terbuka. Orang liberal juga sekarang banyak kan yang dukung? Padahal landasan pemikirannya nggak jelas apa. Mau semenyimpang apapun juga pasti banyak yang ngedukung. Nah yang begini-begini yang bahaya. Sekarang mayoritas berada diposisi yang salah. Teruntuk generasi-generasi penerus dan dedek-dedek muda kaya kita-kita cobaannya akan jauh lebih sulit dan kita dipaksa untuk berpikir lebih keras. Yang terkenal dan banyak supporter belum tentu benar. Kalau salah-salah mikir bisa masuk lubang buaya dan susah keluarnya.

Gile, udah banyak aja gue nulis. Yaudah deh gue stop disini aja. Have a nice day everyone!

1/18/2021

What The Heck Am I Writing?

"Im too busy doing what other people want me to do. When will I have a chance to live my dream?" -Dean Dwi Lestari, 21 tahun, mahasiswi yang masih dilanda keraguan


Sebulan ini gue punya banyak banget waktu merenung. Bangun tidur merenung, siang nonton youtube lalu merenung, sore denger lagu sambil merenung, malem-malem ngecek twitter sama instagram disudahi dengan merenung.
Pertanyaannya :

    1. "Lo nggak ada kerjaan apa gimana, Yan? Kok merenung mulu?"
    2. "Apaan sih yang lo lamunin?"

Jawabannya simpel : Kepo deh! Gue emang lagi disuruh merenungi detik-detik yang diberikan dan gue bingung.

Diatas gue tulis kalau gue masih dilanda keraguan dan itu benar adanya. "Coy, elu udah 21 tahun, temen-temen lo udah pada selesai sempro sama lagi revisi skripsi. Lo masih disini aja pake acara ragu-raguan segala.".
Banyak komentar.
Iya, gue so far nggak excited sama apa yang gue kerjain. I'm too busy doing what other people want me to do, so i don't have any chance to do things I enjoy doing. Pasti lo pernah deh ngerasa males sama rutinitas lo, kerjaan lo, yang sebenernya adalah kewajiban lo. Entah sebagai anak dari sepasang ibu bapak, pelajar, atau sebagai manusia juga boleh. Disini lo itu pasti bingung : Kenapa ya kok gue nggak excited sama hidup gue?
Masalahnya bukan di diri lo yang merasa orang lain selalu mendapat lebih dari lo, bukan. Bukan karena diri lo yang tidak bersyukur. Eits, kalau yang satu ini harus dipikirin lagi. Bisa jadi kita nggak bersyukur makannya kita nggak excited. Tapi kan jalan hidup lo adalah pilihan lo? Nah, ini dia. Bener nggak sih pilihan gue?
Sebenernya bullshit banget lah kalau hari gini--udah tanggung--tapi masih mikir, masih ragu, masih nggak yakin, dan meraba-raba jalan. Harusnya ya jalanin aja, paksain.
Tapi disini gue merenung lagi. Harusnya gue tau apa yang gue mau dan suka. Walaupun hidup ini nggak semata-mata selalu ngelakuin apa yang lo mau dan suka. Kalo kayak gitu gue rasa manusia nggak akan pernah belajar dan bakal jadi selfish bastard.

Tapi tetep, menurut gue hidup gue yang sekarang nggak bikin jalanan didepan sedikit tidak berkabut. Buktinya gue nggak kepikiran sama sekali gue bakal ngapain. Apa gue bakal ngejalanin yang namanya sidang di depan penguji-penguji uni, gue mempresentasikan skripsi gue tentang sesuatu yang berhubungan dengan perhotelan yang memberi kontribusi buat jurusan dan disitu gue nunjuk-nunjuk layar powerpoint sambil ngejelasin tentang skripsi bak orang paham yang menguasai semua praktek dan teori selama kuliah. Dan setelah lulus S1 gue nyari beasiswa ke Inggris demi nge-fulfill british dream gue, terus gue kerja di sana sambil visit-visit santai eropa tiap free. Gue nggak kepikiran apa-apaan.
Mungkin gue bakal lulus. Mungkin gue bakal sidang di depan penguji sambil cuap-cuap kayak lulusan yang meyakinkan, padahal internship aja lagi usaha dapetin. Mungkin gue bakal lanjut S2 dan di hire publisher buat nulis. Nggak ada yang nggak mungkin, tapi--I'm telling you--gue belom mikir sampe sejauh itu soalnya gue bingung.
Lagi-lagi gue bilang gue bingung, ditambah ini tulisan udah ngalor-ngidul kemana-mana. Intinya gue bertanya lagi, "Bener nggak ya ini yang gue mau?". Itu sih yang selalu gue tanyain ke diri gue. Apa bener gue beneran mau jadi wibawa-wibawa nada bicara tenang pake baju kayak back office, makeup lebih enchanting, ngerjain hal-hal perhotelan yang pun lagi weekend tapi kerjaan malah makin hectic? Gue masih dengan mindset gue yang lama : Gue adalah Dean yang waktu SMA dapet ranking nya di bawah, Dean yang nggak pernah lepas dari headset, Dean yang selalu baca wattpad di belakang kelas, Dean yang rada malu, Dean yang kalo temenan banyakan gapernah awet, Dean yang mikirnya suka beda dari yang lain, dan Dean yang suka perang sama mood dan emosinya. Gue butuh cerita tentang seseorang yang moody tapi bisa lulus kuliah dan sukses, biar gue jadi merasa di dorong ampe jauh.

Gue punya temen dari luar kampus dan kita cerita-cerita aja. Dia cerita tentang dia yang semester ini ada ujian, selebihnya kayak proyek-proyek asik. Juga tentang kuliah dia yang ada tugas bikin video, nyari-nyari buku, hal-hal yang berbau ngetik2 di laptop, dan hal-hal--yang--menurut--gue--enak lainnya. Terus di sela-sela ngobrol gue pun merenung "What are you doing, Yan?". Lalu terjadilah percakapan didalam otak gue (masih waktu di sela-sela ngobrol. Iya coy, otak gue juga bisa multi-tasking) :

Dean 1 : "Yan, did you just hear that?"
Dean 2 : "what she just told me? Yeah, sounds like what you want, huh?"
Dean 1 : "Iya, ege. Bayangin lo kuliah kayak gitu. Pasti lo bakal enjoy banget."
Dean 2 : "I did want to study kayak gitu kan, tapi dibilang kerja nya mau jadi apaan nanti."
Dean 1 : "What were you thinking choosing that major?"
Dean 2 : "Dunno."
Dean 1 : "You should've studied something else or at least SOMETHING ELSE."
Dean 2 : "Dude, my parents are happy because I got to ptn immediately after graduating."
Dean 1 : "So what? Nggak ada bedanya kalau lo dulu ikut tes lagi. Lulusan sarjana ya lulusan sarjana."
Dean 2 : "Nggak gitu, ege. Gue yakin pasti ntar ada advantage-nya."
Dean 1 : "Seriously, lo mestinya ambil jurusan yang lo Mau, bukan yang penting Negeri."
Dean 2 : "Grrrr..."
Dean 1 : "Lo stress kuliah mulu itu hasil pilihan lo sendiri."

Dean beneran ngomong ke temen :"Arghhh.... Gue jadi pingin cuti aja."

Hasil renungan gue kali ini, ternyata bener : life isn't just about doing what you love and want to do. You'll be able to learn more about life and yourself when you push the envelope and get out of your comfort zone. Mungkin gue nggak akan pernah bisa ngomong kayak gini kalau gue lagi kuliah asik-asik mikir ide buat video, atau lagi ngetik-ngetik di laptop, atau lagi ngumpulin buku buat mata kuliah semester ini. Dan bener, orang punya cara menuju suksesnya masing-masing. Orang punya cerita dan takdir masing-masing. Orang punya cobaan masing-masing, dan Tuhan punya cara masing-masing dalam memberi pelajaran hidup dan mensyukuri nikmat yang udah Dia kasih ke hambanya.
Iya sih, mungkin sekarang-sekarang gue lagi nggak bersyukur aja. Masih untung gue bisa kuliah. Walaupun indeed setengah mati banget gue nyelesain tujuh semester. Dengan kapasitas minat gue yang sedikit, tapi gue menghadapi sesuatu yang huge. Lebay sih kedengerannya, tapi kuliah disini emang sulit nggak pakai terkecuali. Problem tunggal : dosen. Semua terbentur karena dosen.

Back to my question : We picked our own path. Did you pick yours thoughtfully?

1/12/2021

Tue 10:57:23 AM

Beuh...
Januari udah minggu ketiga aja. Terus tiba-tiba nanti februari. Kemaren perasaan baru denger kembang api berisik-berisik di luar.

Kalo lo pingin banget tau isi otak gue sekarang apa, pasti yang lo liat cuma tentang kuliah doang. FYI, gue belum dapet tempat magang dong dan itu belum LEGA banget. Jadi sejak awal januari kemaren ampe hari ini gue harus menjalani research tempat magang. Dari hari pertama yang gue panik abis gitu, seselesainya nyari gue langsung nangis gara-gara bingung enggak tau apa-apa dan nggak ada yang ngebantuin gue, sampe akhirnya gue nonton video beasiswa nya jerome polin sendirian di ruang tamu, tapi sebenernya 70% semangat sedikit jadinya. Jadi urutannya begini :

1. Finding Motivation : Gue harus menonton beberapa video untuk memberi gue kepercayaan kalo gue harus semangat terus. Ini ngga gampang, karena rasa nyerah itu datengnya suka tiba-tiba dan waktunya nggak tepat.
2. Seek & Fight : Intinya gue nyari tau ada berapa tempat yang masih bisa di jangkau sama motor. Sementara gue nyari bolak-balik tempat nya terus alamat nya terus email buat hubunginnya. Mulai dari cari email, nulis email, dan kirim emailnya gitu lah. Tidak semudah itu mencari alamat email untuk bertanya.
3. Wait & Believe : Ini butuh kesabaran. Gue udah kasih beberapa email ke beberapa tempat untuk dapet info. Nah ini tuh ibaratnya urutan ter-wownya gitu. Jadi proses-proses nunggu dan percaya udah mulai "goyah" dan mulai ada pikiran nyari "kemana" lagi gue mampus.
4. Think & Make Decisions : Gue dikasih waktu mikir buat ngambil resiko yang selalu gue hindari untuk diterima di tempat magang. At the end gue mikir kayak mesti ngambil resiko atau percaya pasti ada tempat yang lebih baik.

Apa yang gue dapet dari nyari magang ini? Sakit di kepala. Iya coy, kepala gue sakit. Soalnya gue harus nahan rasa nyesek terus kecewa dan nahan gue buat jangan overthinking menuju ke usaha ayo maju terus maju. Jadinya beban kepala gue di tumpu sama proses maksain buat nolak emosi negatif. Alhasil badan panas pilek udah kaya pengen tidur aja seharian.

Gue juga sekarang lagi nyiap-nyiapin buat ujian nih. Tanggal 15 gue ujian msdk, dan terakhir tanggal 16 yaitu webinar. Buat webinar sih gue kayak reflek aja pas daftar. Kayaknya karena lagi gumoh sama kampus sendiri. Lah terus? Gue ikutan webinar buat tau univ di luar kek gimana. Asli ya udah mau masuk semester akhir tapi gue ampe sekarang masih nggak ngerti kapan gue bisa lulus. Jurusan gue terlalu sulit dimengerti, man. Gue angkat tangan deh. Maksudnya gini, sesusah-susahnya idup aja, kalo diimajinasikan dan diikutin jalan ceritanya tuh masih bisa dimengerti. Malah nggak jarang gue yang jadi "wow" sendiri, karena gue berasa lagi baca buku Harry Potter (saking magicalnya). Jurusan gue tuh lain. Dia terlalu nyata sampe akhirnya nggak menarik lagi dan dia terlalu sulit untuk dimengerti. Menurut gue ngapain ngejar-ngejar yang bikin orang ngerasa lagi jadi kuda pacuan. Udah jelas-jelas timing orang suka beda-beda atau udah jelas si ini nggak bisa ditarik mulu tali kuda nya gara-gara narik nya terlalu kenceng. Kenapa masih harus dikejar terus dan nggak ngebiarin jadi kuda yang lari sendiri dulu? Dafuq.

Sekarang lo mau gue cerirtain apa lagi? Kehidupan pribadi? Kuat aman superrr... Hati tentram dan damai lah pokoknya bersama lagu maher zain dan video lele. Semoga kaya kata si lagi "Selamanya akan begitu..".
Btw, ada satu nih yang baru aja gue sadari. Kalo dulu tuh gue sering banget bete, tapi besoknya udah redaan. Sekarang gue lebih jarang banget bete, tapi kalo sekalinya bete males nya bisa ampe seminggu. Gimana nggak pusing ini gue ngadepinnya-__-
This entry was posted in